Minggu, 28 September 2014

TEORI BELAJAR MATEMATIKA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD

TEORI BELAJAR MATEMATIKA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD


PENDAHULUAN

            Pengajaran matematika hendaknya diarahkan agar siswa mampu secara mandiri menyelesaikan masalah-masalah matematika ataupun masalah-masalah yang lain yang diselesaikan dengan bantuan matematika.
            Untuk lebih meningkatkan kemampuan diri sebagai pengajar profesional, guru perlu mengetahui teori belajar yang dikemukakan beberapa ahli pendidikan dan aplikasinya dalam pembelajaran matematika.
            Tidak hanya tingkat kedalaman konsep yang diberikan kepada siswa tetapi harus disesuaikan dengan tingkat kemampuannya, cara penyampaian materi pun demikian pula. Guru harus mengetahui tingkat perkembangan mental siswa dan bagaimana pengajaran yang harus dilakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan tersebut. Pengajaran yang tidak memperhatikan tahap perkembangan mental siswa besar kemungkinan akan mengakibatkan siswa mengalami kesulitan, karena apa yang disajikan pada siswa tidak sesuai dengan kemampuan dalam menyerap materi yang diberikan.
            Begitu pentingnya pengetahuan tentang teori belajar dalam sistem penyampaiaan materi dalam kelas, sehingga setiap metode pengajaran harus selalu disesuaikan dengan teori-teori belajar yang dikemukakan oleh ahli pendidikan. Beberapa teori belajar psikologi diaplikasikan dalam pendidikan, dan diungkapkan bagaimana implikasinya dalam pengajaran matematika.


PEMBAHASAN
           
Dalam pembelajaran matematika, guru perlu memahami teori-teori belajar.  Yang nantinya itulah yang dijadikan pedoman dalam membuat suatu metode pembelajaran. Ada beberapa teori-teori pembelajaran matematika di SD yang diungkapkan oleh para ahli.

1.      Teori Belajar Menurut Jerome S. Brunner
Teori ini menyatakan bahwa :
“Belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran di arahkan kepada konsep-konsep dan stuktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan dan dengan menggunakan alat peraga serta diperlukannya keaktifan siswa tersebut.”

Brunner mengemukakan bahwa dalam proses belajar siswa melewati 3 tahap yaitu :
a.      Tahap Enaktif
Dalam tahap ini siswa secara langsung terlibat dalam memanipulasi objek. Yaitu dengan menggunakan benda-benda yang konkrit atau peritiwa yang biasa terjadi.
Contoh              : Budi mempunyai 2 pinsil, kemudian ibunya memberikannya lagi 3 pinsil.
                 Berapa banyak pinsil Budi sekarang ?
b.      Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan dilakukan siswa berhubungan dengan mental, di mana siswa mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental. Misalnya dengan membayangkan dalam pikirannya tentang benda atau peristiwa yang dialaminya, walaupun benda tersebut tidak ada dihadapannya lagi atau dengan menggunakan gambar.
Contoh  :
!! + !!! = …
c.       Tahap Simbolik
Dalam tahap ini anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simpul dan bahasa. Anak tidak terikat lagi dengan objek-objek pada tahap sebelumnya dan sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek real.
Contoh  : 2 pinsil + 3 pinsil     = …pinsil
           
Berdasarkan hasil pengamatannya, Brunner merumuskan 5 teorema dalam pembelajaran matematika, yaitu :
1)     Teorema Penyusunan
Menerangkan bahwa cara yang terbaik memulai belajar suatu konsep matematika, dalil, defenisi, dan semacamnya adalah dengan cara menyusun penyajiannya. Misalnya dalam mempelajari penjumlahan bilangan positif dan negatif siswa mencoba sendiri dengan menggunakan garis bilangan.
2)     Teorema Notasi
Menerangkan bahwa dalam pengajaran suatu konsep, penggunaan notasi-notasi matematika harus diberikan secara bertahap, dari yang sederhana ke yang lebih kompleks.
3)     Teorema Pengkontrasan dan Keanekaragaman
Menerangkan bahwa pengontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam melakukan pengubahan konsep matematika dari yang konkrit ke yang lebih abstrak. Dalam hal ini diperlukan banyak contoh. Contoh yang diberikan harus sesuai dengan rumusan yang diberikan. Misalnya menjelaskan persegi panjang, disertai juga kemungkinan jajaran genjang dan segi empat lainnya selain persegi panjnag. Dengan demikian siswa dapat membedakan apakah segi empat yang diberikan padanya termasuk persegi panjang atau tidak.
4)     Teorema Pengaitan
Menerangkan bahwa dalam matematika terdapat hubungan yang berkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain. Di mana materi yang satu merupakan prasyarat yang harus diketahui untuk mempelajari materi yang lain.
2.      Teori Belajar Menurut Van Hiele
Teori ini menyatakan bahwa :
“Tiga unsur utama dalam pengajaran geometri, yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan, jika secara terpadu akan dapat meningkatkan kemapuan berfikir siswa kepada tingkatan berfikir yang lebih tinggi.”
            Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar siswa dalam belajar geometri, yaitu :
a.      Tahap Pengenalan
Pada tahap ini siswa mulai belajar mengenal suatu bangun geometri secara keseluruhan namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bangun geometri yang dilihatnya.
b.      Tahap Analisis
Pada tahap ini siswa sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki bangun geometri yang diamatinya.
c.       Tahap Pengurutan
Pada tahap ini siswa sudah mengenal dan memahami sifat-sifat suatu bangun geometri serta sudah dapat mengurutkan bangun-bangun geometri yang satu sama yang lainnya saling berhubungan.
d.      Tahap Deduksi
Pada tahap ini siswa telah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan yang bersifat umum dan menuju ke hal yang bersifat khusus serta dapat mengambil kesimpulan.
e.       Tahap Akurasi
Pada tahap ini siswa  mulai menyadari pentingnya ketepatan prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap berfikir ini merupakan tahap berfikir yang paling tinggi, rumit, dan kompleks, karena di luar jangkauan usia anak-anak SD sampai tingakat SMP.


3.      Teori Belajar Menurut William Brownell
Teori ini menyatakan bahwa :
“Belajar matematika merupakan belajar bermakna, dalam arti setiap konsep yang dipelajari harus benar-benar dimengerti sebelum sampai pada latihan atau hafalan.”
            Brownell mengemukakan tentang Teori Makna (Meaning Theory) sebagai pengganti Teori Latihan Hafal/Ulangan (Drill Theory).
Intisari dari teori Drill adalah :
·         Matematika untuk tujuan pembelajaran dianalisis sebagai kumpulan fakta yang berdiri sendiri dan tidak saling berkaitan.
·         Anak diharuskan menguasai unsur-unsur yang banyak sekali tanpa diperhatikan pengertiannya.
·         Anak mempelajari unsur-unsur dalam bentuk seperti yang akan digunakan nanti dalam kesempatan lain.
·         Anak akan mencapai tujuan ini secara efektif dan efisien dengan melalui pengulangan.
Brownell mengemukakan ada 3 keberatan utama berkenaan dengan teori Drill dalam pengajaran matematika, yaitu :
1.      Teori drill memberikan tugas yang harus dipelajari siswa yang hampir tidak mungkin dicapai.
2.      Keberatan yang lainnya berkaitan dengan reaksi yang dihasilkan oleh drill.
3.      Tidak memadai dalam pengajaran aritmatika, karena tidak menyediakan kegiatan untuk berfikir secara kuantitatif.
Sedangkan intisari dari teori makna adalah :
·         Anak harus melihat makna dari apa yang dipelajarinya.
·         Teori drill dipakai setelah konsep, prisip, dan proses telah dipahami oleh siswa.
·         Mengembangkan kemampuan berfikir dalam situasi kuantitatif.
·         Program aritmatika membahas tentang pentingnya dan makna dari bilangan.

4.      Teori Belajar Menurut Van Eugen
Teori ini menyatakan bahwa :
“Tujuan pengajaran aritmatika adalah untuk membantu anak memahami suatu simbol yang mewakili suatu himpunan, kejadian, dam serentetan kegiatan yang diberi simbol itu harus langsung dialami oleh anak.”
Van Eugen (1949), seorang penganut teori makna mengatakan bahwa dalam situasi yang bermakna selalu terdapat 3 unsur, yaitu :
a.       Ada suatu kejadian (event), benda (object), atau tindakan (action).
b.      Adanya simbol (lambang/notasi/gambar) yang digunakan sebagai penyataan yang mewakili unsur pertama di atas.
c.       Adanya individu yang menafsirkan simbol-simbol yang mengacu kepada unsur pertama di atas.
Van Eugen membedakan makna (meaning) dan mengerti (understanding),. Mengerti mengacu pada sesuatu yang dimiliki oleh individu. Individu yang mengerti telah memiliki hubungan sebab akibat, implikasi logis dan sebaris pemikiran yang mengandungkan dua atau lebih pernyataan secata logis makna adalah sesuatu yang dibaca dari sebuah simbol oleh seorang anak. Dengan kata lain anak menyadari bahwa simbol adalah sesuatu pengganti suatu objek.

5.      Teori Belajar Menurut Prof. Robert M. Gagne
Teori ini menyatakan bahwa :
“Dalam pembelajaran matematika di SD diperlukan objek belajar matematika dan tipe-tipe belajar.”

1.      Objek Belajar Matematika
Menurut Gagne bahwa dalam belajar matematika dua objek yaitu objek langsung dan objek tidak langsung. Objek tidak langsung mencangkup kemampuan menyelidik, memecahkan masalah, disiplin diri, bersikap positif, dan tahu bagaimana semestinya belajar.

2.      Tipe-Tipe Belajar
Telah dibedakan ke dalam 8 tipe belajar yang terurut kesukarannya dari yang sederhana sampai kepada yang kompleks. Urutan ke 8 tipe belajar itu adalah :
¨      Belajar isyarat (signal learning), yaitu belajar sesuatu yang tidak disengaja.
¨      Belajar stimulus respon (stimulus responses learning), yaitu belajar sesuatu dengan sengaja dan responnya adalah jasmani.
¨      Rangkaian gerak (motor learning), yaitu belajar dalam bentuk perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon.
¨      Rangkaian verbal, yaitu berupa perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon.
¨      Belajar membedakan, yaitu belajar memisahkan rangkaian yang bervariasi. Ada dua macam belajar membedakan, yaitu :
§  Membedakan tunggal, yaitu berupa pengertian siswa terhadap suatu lambang.
§  Membedakan jamak, yaitu membedakan beberapa lambang tertentu.
¨      Belajar konsep ( concept learning), yaitu belajar atau melihat sifat bersama dari suatu benda atau peristiwa.
¨      Belajar aturan (rule learning), yaitu memberikan respon terhadap semua stimulus dengan segala macam perbuatan.
¨      Pemecahan masalah (problem solving), yaitu masalah bagi siswa bila sesuatu itu baru dikenalnya tetapi siswa telah memiliki prasyarat hanya siswa belum tahu proses algoritmanya.

6.      Teori Belajar Menurut Zoltan P. Dienes
Teori ini menyatakan bahwa :
“Tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkrit akan dapat dipahami dengan baik dan benda atau objek dalam bentuk pemainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.”
           

            Dalam konsepnya itu, Dienes membagi tahap-tahap belajar dalam 6 tahap, yaitu :
a.      Permainan Bebas (Free Play)
Yaitu dengan melakukan aktifitas yang tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Di mana siswa mengadakan percobaan yang mengotak-atik benda-benda konkrit dan abstrak dari unsur yang sedang dipelajarinya itu.
b.      Permainan yang Disertai Aturan (Games)
Siswa meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu.
c.       Permainan Kesamaan Sifat (Searching for comunities)
Siswa diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti.
d.      Representasi (Representasi)
Yaitu tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu yang bersifat abstrak. Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abtrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.
e.       Simbolisasi (Symbolization)
Yaitu merumuskan representasi dari setiap konsep dengan menggunakan simbol matematika.
f.        Formalisasi (Formalization)
Dalam hal ini siswa dituntut untuk menurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut.

7.      Teori Belajar Menurut Jean Peaget
Teori ini menyatakan bahwa :
“Jika kita akan memberikan pelajaran tentang sesuatu kepada anak didik, maka kita harus memperhatikan tingkat perkembangan berfikir anak tersebut.”
           
Dengan teori belajar yang disebut Teori Perkembangan Mental Anak (Mental atau Intelektual dan Kognitif) atau ada pula yang menyebutnya Teori Tingkat Perkembangan Berfikir Anak telah membagi tahapan kemampuan berfikir anak menjadi empat tahapan yaitu :
·         Tahap sensori motorik (dari lahir sampai usia 2 tahun)
·         Tahap operasional awal/piaoperasi (usia 2 sampai 7 tahun)
·         Tahap operasional/operasi konkrit (usia 7 sampai 11/12 tahun)
·         Tahap operasional formal (usia 11 tahun ke atas)
Jadi, agar pelajaran matematika di SD dapat dimengerti oleh para siswa dengan baik, maka seyogianya mengajarkan sesuatu bahasan harus diberikan kepada siswa yang sudah siap untuk dapat menerimanya.
Tahapan perkembangan intelektual atau berfikir siswa di SD dalam Pembelajran Matematika yaitu :
  • Kekekalan Bilangan (Banyak)
Bila anak telah memahami kekekalan bilangan, amak ia akan mengerti bahwa banyaknya benda-benda itu akan tetap walaupun letaknya berbeda-beda. Konsep kekekalan bilangan umumnya dicapai oleh siswa usia 6 sampai 7 tahun.
  • Kekekalan Materi (Zat)
Anak baru bisa memahami yang sama atau berbeda itu dari satu sudut pandang yang tampak olehnya. Belum bisa melihat perbedaan atau persamaan dari dua karakteristik atau lebih. Hukum kekekalan materi umumnya dicapai oleh siswa usia 7 sampai 8 tahun.
  • Kekekalan panjang
Konsep kekekalan panjang umumnya dicapai oleh siswa usia 8 sampai 9 tahun.
  • Kekekalan luas
Hukum kekekalan luas umumnya dicapai oleh siswa usia 8 sampai 9 tahun.
  • Kekekalan berat
Hukum kekekalan  berat umumnya dicapai oleh siswa usia 9 sampai 10 tahun.
  • Kekekalan isi
Usia sekitar 14-15 tahun atau 11-14 tahun anak sudah memiliki hukum kekekalan isi.
  • Tingkat pemahaman
Tingkat pemahaman di usia SD masih mengalami kesulitan merumuskan defenisi dengan kata-katanya sendiri. Mereka belum dapat membuktikan dalil secara baik.

8.      Teori Belajar Menurut Edward L. Thondike
Teori belajar ini menyatakan bahwa :
“Pada hakekatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon dan belajar lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar