Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha dan Islam di Indonesia
Munculnya agama Hindu di India
Perkembangan
agama Hindu-Budha tidak dapat lepas dari peradaban lembah Sungai Indus,
di India. Di Indialah mulai tumbuh dan berkembang agama dan budaya
Hindu dan Budha. Agama Hindu tumbuh bersamaan dengan kedatangan
bangsa Aria (kulit putih, badan tinggi, hidung mancung) ke Mohenjodaro
dan Harappa (Peradaban Lembah Sungai Indus) melalui celah Kaiber (Kaiber
Pass) pada 2000-1500 SM dan mendesak bangsa Dravida (berhidung pesek,
kulit gelap) dan bangsa Munda sebagai suku bangsa asli yang telah
mendiami daerah tersebut. Bangsa Dravida disebut juga Anasah yang
berarti berhidung pesek dan Dasa yang berarti raksasa. Bangsa Aria
sendiri termasuk dalam ras Indo Jerman. Awalnya bangsa Aria
bermatapencaharian sebagai peternak kemudian setelah menetap mereka
hidup bercocok tanam. Bangsa Aria merasa ras mereka yang tertinggi
sehingga tidak mau bercampur dengan bangsa Dravida. Sehingga bangsa
Dravida menyingkir ke selatan Pegunungan Vindhya.
Orang
Aria mempunyai kepercayaan untuk memuja banyak Dewa (Polytheisme), dan
kepercayaan bangsa Aria tersebut berbaur dengan kepercayaan asli bangsa
Dravida yang masih memuja roh nenek moyang. Berkembanglah Agama Hindu
yang merupakan sinkretisme (percampuran) antara kebudayaan dan
kepercayaan bangsa Aria dan bangsa Dravida. Terjadi perpaduan antara
budaya Arya dan Dravida yang disebut Kebudayaan Hindu (Hinduisme).
Istilah Hindu diperoleh dari nama daerah asal penyebaran agama Hindu
yaitu di Lembah Sungai Indus/ Sungai Shindu/ Hindustan sehingga disebut
kebudayaan Hindu yang selanjutnya menjadi agama Hindu. Daerah
perkembangan pertama agama Hindu adalah di lembah Sungai Gangga, yang
disebut Aryavarta (Negeri bangsa Arya) dan Hindustan (tanah milik bangsa
Hindu).
Dalam ajaran agama Hindu dikenal 3 dewa utama, yaitu:
- Brahma sebagai dewa pencipta segala sesuatu.
- Wisnu sebagai dewa pemelihara alam
- Siwa sebagai dewa perusak
Ketiga
dewa tersebut dikenal dengan sebutan Tri Murti. Kitab suci agama Hindu
disebut Weda (Veda) artinya pengetahuan tentang agama. Pemujaan terhadap
para dewa-dewa dipimpin oleh golongan pendeta/Brahmana. Mereka mengenal
pembagian masyarakat atas kasta-kasta tertentu, yaitu Brahmana,
Ksatria, Waisya dan Sudra. Pembagian tersebut didasarkan pada tugas/
pekerjaan mereka.
· Brahmana bertugas
mengurus soal kehidupan keagamaan, terdiri dari para pendeta.
Keberadaan kasta ini ada pada posisi paling penting dan punya peranan
yang sangat besar bagi berjalannya pemerintahan. Mereka adalah orang
yang paling mengerti menegnai seluk beluk agama Hindu, serta menjadi
penasehat raja.
· Ksatria berkewajiban
menjalankan pemerintahan termasuk pertahanan Negara. Yang termasuk
dalam kasta ini adalah para bangsawan, raja dan keluarganya, para
pejabat pemerintah. Kasta ini memiliki kedudukan yang penting dalam
pemerintahan, punya banyak hak tetapi tidak memiliki kewajiban untuk
membayar pajak, memberikan persembahan, dsb.
· Waisya bertugas
berdagang, bertani, dan berternak. Mereka yang tergolong dalam kasta
ini adalah para pedagang besar (saudagar),para pengusaha. Dalam golongan
masyarakat biasa kasta ini cukup memiliki peran penting.
· Sudra bertugas
sebagai petani/ peternak, para pekerja/ buruh/budak. Mereka adalah para
pekerja kasar. Mereka mempunyai banyak kewajiban terutama wajib kerja
tetapi keberadaannya kurang diperhatikan.
· Di luar kasta tersebut terdapat kasta Paria terdiri dari pengemis dan gelandangan.
Pembagian
kasta muncul sebagai upaya pemurnian terhadap keturunan bangsa Aria
sehingga dilakukan pelapisan yang bersumber pada ajaran agama. Pelapisan
tersebut dikenal dengan Caturwangsa/Caturwarna, yang berarti empat
keturunan/ empat kasta. Pembagian kasta tersebut didasarkan pada
keturunan. Dalam konsep Hindu sesorang hanya dapat terlahir sebagai
Hindu bukan menjadi Hindu.
Perkawinan
antar kasta dilarang dan jika terjadi dikeluarkan dari kasta dan masuk
dalam golongan kaum Pariaseperti bangsa Dravida. Paria disebut
juga Hariyan dan merupakan mayoritas penduduk India.
Muncul dan berkembangnya Agama Budha
Agama
Budha tumbuh di India tepatnya bagian Timur Laut. Muncul sekitar 525
SM. Agama Budha muncul dan dikenalkan oleh Sidharta (semua harapan
dikabulkan). Agama Budha muncul disebabkan karena :
Sidharta
memandang bahwa adanya sistem kasta dalam agama Hindu dapat memecah
belah masyarakat, bahkan sistem kasta dianggap membedakan derajat dan
martabat manusia berdasarkan kelahiran. Padahal setiap manusia itu sama
kedudukannya.
Itulah
fenomena yang ada di lingkungannya sementara itu satu hal yang membuat
Sidharta akhirnya berusaha untuk menentang adat dan tradisi yang ada
adalah karena beliau melihat adanya kenyataan hidup bahwa manusia akan
tua, sakit, mati, dan hidup miskin yang intinya bahwa bagi Sidharta
kehidupan adalah suatu “PENDERITAAN”. Oleh karena itu manusia harus
dapat menghindarkan diri dari penderitaan (samsara), dan demi mencari
cara atau jalan untuk membebaskan diri dari penderitaan guna mencapai
kesempurnaan maka beliau meninggalkan istana dengan segala kemewahannya
melakukan meditasi tepatnya di bawah pohon Bodhi di daerah Bodh Gaya.
Dalam meditasinya tersebut akhirnya Sidharta memperoleh penerangan agung
dan saat itulah terlahir/ tercipta agama Budha. Agama Budha lahir
sebagai upaya pengolahan pemikiran dan pengolahan diri Sidharta
sehingga menemukan cara yang terbaik bagi manusia agar dapat terbebas
dari penderitaan di dunia sehingga dapat mencapai kesempuirnaan
(nirwana) dan berharap tidak akan terlahir kembali di dunia untuk
merasakan penderitaan yang sama.
Menurut
agama Budha kesempurnaan (Nirwana) dapat dicapai oleh setiap orang
tanpa harus melalui bantuan pendeta/ kaum Brahmana berbeda dengan ajaran
Hindu dimana hanya pendeta yang dapat membuat orang mencapai
kesempurnaan. Sidharta Gautama dikenal sebagai Budha atau seseorang yang
telah mendapat pencerahan. Sidharta artinya orang yang mencapai tujuan.
Sidharta disebut juga Budha Gautama yang berarti orang yang menerima
bodhi. Ajaran agama Budha dibukukan dalam kitab Tripitaka (dari bahasa
Sansekerta Tri artinya tiga dan pitakaartinya keranjang). Peristiwa
kelahiran, menerima penerangan agung dan kematian Sidharta terjadi pada
tanggal yang bersamaan yaitu waktu bulan purnama pada bulan Mei.
Sehingga ketiga peristiwa tersebut dirayakan umat Budha
sebagai Triwaisak.
Dalam
agama Budha tidak dikenal adanya sistem kasta sebab sistem ini
dipandang akan membedakan masyarakat atas harkat dan martabatnya.
Sehingga dalam Budha laki-laki ataupun perempuan, miskin atupun kaya
sama saja semuanya punya hak yang sama dalam kehidupan ini.
Masuknya Agama Hindu dan Budha ke Indonesia
Terdapat beberapa teori mengenai siapakah yang membawa masuknya agama Hindu di Indonesia. Teori-teori tersebut antara lain:
1. Teori Sudra (dikemukakan oleh Van Feber)
2. Teori Waisya (dikemukakan oleh NJ.Krom)
3. Teori Ksatria (dikemukakan oleh FDK Bosch)
4. Teori Brahmana (dikemukakan oleh J.C. Van Leur)
5. Teori Arus Balik (dikemukakan oleh M.Yamin)
Proses masuk dan berkembangnya agama dan budaya Hindu-Budha ke Indonesia adalah sebagai berikut.
Agama Budha
Agama
Budha masuk ke Indonesia dibawa oleh para pendeta didukung dengan
adanya misi Dharmadhuta, kitab suci agama Budha ditulis dalam bahasa
rakyat sehari-hari, serta dalam agama Budha tidak mengenal sistem kasta.
Para pendeta Budha masuk ke Indonesia melalui 2 jalur lalu lintas
pelayaran dan perdagangan, yaitu melalui jalan daratan dan lautan. Jalan
darat ditempuh lewat Tibet lalu masuk ke Cina bagian Barat
disebut Jalur Sutra, sedangkan jika menempuh jalur laut, persebaran
agama Budha sampai ke Cina melalui Asia Tenggara. Selanjutnya sampai ke
Indonesia mereka akhirnya bertemu dengan raja dan keluarganya serta
mulai mengajarkan ajaran agama Budha, pada akhirnya terbentuk jemaat
kaum Budha. Bagi mereka yang telah mengetahui ajaran dari pendeta India
tersebut pasti ingin melihat tanah tempat asal agama tersebut secara
langsung yaitu India sehingga mereka pergi ke India dan sekembalinya ke
Indonesia mereka membawa banyak hal baru untuk selanjutnya disampaikan
pada bangsa Indonesia. Unsur India tersebut tidak secara mentah
disebarkan tetapi telah mengalami proses penggolahan dan penyesuaian.
Sehingga ajaran dan budaya Budha yang berkembang di Indonesia berbeda
dengan di India.
Agama Hindu
Para
pendeta Hindu memiliki misi untuk menyebarkan agama Hindu dan melalui
jalur perdagangan akhirnya sampai di Indonesia. Selanjutnya mereka akan
menemui penguasa lokal (kepala suku). Jika penguasa lokal tersebut
tertarik dengan ajaran Hindu maka para pendeta bisa langsung mengajarkan
dan menyebarkannya. Dalam ajaran agama Hindu konsepnya adalah seseorang
terlahir sebagai Hindu bukan menjadi Hindu maka untuk menerima ajaran
agama Hindu orang Indonesia harus di-Hindu-kan melalui
upacara Vratyastoma dengan pertimbangan kedudukan sosial/ derajat yang
bersangkutan (memberi kasta). Hubungan India-Indonesia berlanjut dengan
adanya upaya para kepala suku/ raja lokal untuk menyekolahkan anaknya/
utusan khusus ke India guna belajar budaya India lebih dalam lagi.
Setelah kembali ke tanah air mereka kemudian menyebarkan kebudayaan
India yang sudah tinggi. Bahkan tak jarang mereka mendatangkan para
Brahmana India untuk melakukan upacara bagi para penguasa di Indonesia,
seperti upacara Abhiseka, merupakan upacara untuk mentahbiskan seseorang
menjadi raja. Jika di suatu wilayah rajanya beragama Hindu maka akan
memperkuat proses penyebaran agama Hindu bagi rakyat di daerah tersebut.
Berikut kerajaan-kerajaan hindu yang pernah berdiri di Indonesia.
1.
KERAJAAN KUTAI
Sejarah
Kutai
Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara
yang memiliki bukti sejarah tertua.
Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan
Timur, tepatnya di hulu sungai
Mahakam.
Yupa
Yupa atau prasasti dalam
upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke-4.
Ada tujuh buah yupa di Kerajaan Kutai. Yupa adalah tugu batu yang berfungsi
sebagai tiang untuk menambat hewan yang akan dikorbankan. Dari salah satu yupa
tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman.
Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor
sapi kepada kaum brahmana.
Mulawarman
Mulawarman
adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Nama Mulawarman dan Aswawarman
sangat kental dengan pengaruh bahasa
Sanskerta bila dilihat dari cara penulisannya. Kundungga adalah
pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja) yang datang ke
Indonesia. Kundungga sendiri diduga belum menganut agama Budha.
Aswawarman
Aswawarman
adalah Anak Raja Kudungga.Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan
Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga.
Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah satunya adalah Mulawarman.
Putra Aswawarman
adalah Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman,
Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir
seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.
Kerajaan Kutai
seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya komunikasi dengan
pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.
Berakhir
Kerajaan Kutai
berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam
peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran
Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai
Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya
pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung Kute).
Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama.
Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
2. KERAJAAN TARUMANEGARA
Sumber Sejarah
Raja yang pernah berkuasa dan sangat
terkenal adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan
penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi) sepanjang 6112
tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan
dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui
dengan tujuh buah prasasti batu yang ditemukan. Lima di Bogor, satu di Jakarta
dan satu di Lebak
Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh
Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau
memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di
sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan
dari Kerajaan Salakanagara.
Prasasti yang ditemukan
- Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H
Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea,
Bogor.
- Prasasti Tugu,
ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten
Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya
menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian
Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12km oleh Purnawarman pada tahun ke-22
masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari
bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan
Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
- Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti
Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa
Lebak,
Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada
Raja Purnawarman.
- Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor ditemukan
pada aliran Ci Aruteun, seratus meter
dari pertemuan sungai tersebut dengan Ci Sadane;
namun pada tahun 1981
diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman,
beraksara Palawa, berbahasa
Sanskerta.
- Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
- Prasasti
Jambu, Nanggung, Bogor masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu
prasasti batu peninggalan Tarumanagara
yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan
Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka.
- Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
-
Prasasti Telapak Gajah
-
Prasasti Jambu
di daerah Bogor,
Sumber berita
dari luar negeri
Sumber-sumber
dari luar negeri semuanya berasal dari berita Tiongkok.
Berita Fa Hien, tahun 414M dalam
bukunya yang berjudul Fa Kao Chi menceritakan bahwa di Ye-po-ti
("Jawadwipa") hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama
Buddha,yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan "beragama
kotor" (maksudnya animisme). Ye Po Ti selama ini sering dianggap sebutan Fa Hien
untuk Jawadwipa atau Way Seputih di Lampung, di daerah aliran way seputih
(sungai seputih) ini ditemukan bukti-bukti peninggalan kerajaan kuno berupa
punden berundak dan lain-lain.
Berita Dinasti Sui,
menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To-lo-mo
("Taruma") yang terletak di sebelah selatan.
Berita Dinasti Tang,
juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusan dari To-lo-mo. Kerajaan
Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. Berdasarkan
prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah
Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman
menurut prasasti Tugu, meliputi hapir seluruh Jawa Barat yang membentang dari
Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.
3.
KERAJAAN SRIWIJAYA
Catatan Sejarah
Sriwijaya merupakan kerajaan yang
bercorak agama Budha. Raja yang pertamanya bernama Sri Jaya Naga, sedangkan
raja yang paling terkenal adalah Raja Bala Putra Dewa.
Letaknya yang strategis di Selat
Malaka (Palembang) yang merupakan jalur pelayaran dan perdagangan
internasional.Keadaan alam Pulau Sumatera dan sekitarnya pada abad ke-7 berbeda
dengan keadaan sekarang. Sebagian besar pantai timur baru terbentuk kemudian.
Oleh karena itu Pulau Sumatera lebih sempit bila dibandingkan dengan sekarang,
sebaliknya Selat Malaka lebih lebar dan panjang. Beberapa faktor yang mendorong
perkembangan kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan besar antara lain sebagai
berikut :
- Kemajuan kegiatan perdagangan antara India dan Cina melintasi selat Malaka, sehingga membawa keuntungan yang besar bagi Sriwijaya.
- Keruntuhan Kerajaan Funan di Vietnam Selatan akibat serangan kerajaan Kamboja memberikan kesempatan bagi perkembangan Sriwijaya sebagai negara maritim (sarwajala) yang selama abad ke-6 dipegang oleh kerajaan Funan.
Budaya dan Perdagangan
Masyarakat yang kompleks dan kosmopolitan yang
sangat dipengaruhi alam pikiran Budha Wajrayana digambarkan bersemi di ibu kota
Sriwijaya. Beberapa prasasti Siddhayatra abad ke-7 seperti Prasasti Talang Tuwo menggambarkan ritual
Budha untuk memberkati peristiwa penuh berkah yaitu peresmian taman Sriksetra,
anugerah Maharaja Sriwijaya untuk rakyatnya. Prasasti Telaga Batu menggambarkan
kerumitan dan tingkatan jabatan pejabat kerajaan, sementara Prasasti Kota Kapur menyebutkan keperkasaan
balatentara Sriwijaya atas Jawa. Semua prasasti ini menggunakan bahasa Melayu Kuno, leluhur bahasa Melayu dan bahasa
Indonesia modern. Sejak abad ke-7, bahasa Melayu kuno telah
digunakan di Nusantara.
Ditandai dengan ditemukannya berbagai prasasti Sriwijaya dan beberapa prasasti
berbahasa Melayu Kuno di tempat lain, seperti yang ditemukan di pulau Jawa.
Hubungan dagang yang dilakukan berbagai suku bangsa Nusantara menjadi wahana
penyebaran bahasa Melayu, karena bahasa ini menjadi alat komunikasi bagi kaum
pedagang. Sejak saat itu, bahasa Melayu menjadi lingua franca
dan digunakan secara meluas oleh banyak penutur di Kepulauan Nusantara.
Meskipun memiliki kekuatan ekonomi dan
keperkasaan militer, Sriwijaya hanya meninggalkan sedikit tinggalan purbakala
di jantung negerinya di Sumatera. Sangat berbeda dengan episode Sriwijaya di
Jawa Tengah saat kepemimpinan wangsa Syailendra
yang banyak membangun monumen besar; seperti Candi Kalasan,
Candi Sewu,
dan Borobudur.
Candi-candi Budha yang berasal dari masa Sriwijaya di Sumatera antara lain Candi Muaro
Jambi, Candi Muara Takus, dan Biaro Bahal.
Akan tetapi tidak seperti candi periode Jawa Tengah yang terbuat dari batu
andesit, candi di Sumatera terbuat dari bata merah.
Beberapa arca-arca bersifat Budhisme, dan
arca-arca Bodhisatwa Awalokiteswara dari Jambi, Bidor, Perak
dan Chaiya,
dan arca Maitreya
dari Komering, Sumatera Selatan. Semua arca-arca ini menampilkan keanggunan dan
langgam yang sama yang disebut “Seni Sriwijaya" atau "Langgam/Gaya
Sriwijaya" yang memperlihatkan kemiripan — mungkin diilhami — oleh langgam
Amarawati India dan langgam Syailendra Jawa (sekitar abad ke-8 sampai ke-9).
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi
pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan
atas Selat Malaka
dan Selat Sunda.
Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur
barus, kayu gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang
membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Kekayaan yang melimpah ini
telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassal-nya di
seluruh Asia Tenggara. Dengan berperan sebagai entreport atau pelabuhan
utama di Asia Tenggara, dengan mendapatkan restu, persetujuan, dan perlindungan
dari Kaisar China untuk dapat berdagang dengan Tiongkok, Sriwijaya senantiasa
mengelola jejaring perdagangan bahari dan menguasi urat nadi pelayaran antara
Tiongkok dan India.
Karena alasan itulah Sriwijaya harus terus
menjaga dominasi perdagangannya dengan selalu mengawasi — dan jika perlu —
memerangi pelabuhan pesaing di negara jirannya. Selain menjalin hubungan dagang
dengan India
dan Tiongkok,
Sriwijaya juga menjalin perdagangan dengan tanah Arab.
Masa Keemasan
Arca emas Avalokiteçvara
bergaya Malayu-Sriwijaya, ditemukan di Rantaukapastuo, Muarabulian, Jambi, Indonesia.
Kemaharajaan
Sriwijaya bercirikan kerajaan maritim. Mengandalkan hegemoni pada kekuatan
armada lautnya dalam menguasai alur pelayaran, jalur perdagangan, menguasai dan
membangun beberapa kawasan strategis sebagai pangkalan armadanya dalam
mengawasi, melindungi kapal-kapal dagang, memungut cukai, serta untuk menjaga
wilayah kedaulatan dan kekuasaanya.
Pada abad ke-9
Sriwijaya telah melakukan kolonisasi di hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia
Tenggara, antara lain: Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya, Thailand,
Kamboja,
Vietnam,[2]
dan Filipina.
Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda,
menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan
lokal yang mengenakan bea dan cukai atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya
mengumpulkan kekayaannya dari jasa pelabuhan dan gudang perdagangan yang
melayani pasar Tiongkok, dan India.
Sriwijaya disebut
dengan nama Sribuza. Pada tahun 955 M, Mas‘udi, seorang sejarawan Arab
klasik menulis catatan tentang Sriwijaya.
Dalam catatan
itu, digambarkan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan besar yang kaya raya, dengan
tentara yang sangat banyak. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus,
kayu gaharu, cengkeh,
kayu cendana,
pala, kapulaga,
gambir dan beberapa hasil bumi lainya.
Sriwijaya
menguasai jalur perdagangan maritim di Asia Tenggara sepanjang abad ke-10, akan
tetapi pada akhir abad ini Kerajaan
Medang di Jawa Timur tumbuh menjadi kekuatan bahari baru dan mulai
menantang dominasi Sriwijaya. Berita Tiongkok dari Dinasti Song
menyebut Kerajaan Sriwijaya di Sumatra dengan nama San-fo-tsi. Pada
musim semi tahun 992 duta Sriwijaya tersebut mencoba pulang namun kembali
tertahan di Champa
karena negerinya belum aman. Ia meminta kaisar Song agar Tiongkok memberi
perlindungan kepada San-fo-tsi. Utusan Jawa juga tiba di Tiongkok tahun
992. Ia dikirim oleh rajanya yang naik takhta tahun 991. Raja baru Jawa
tersebut adalah Dharmawangsa Teguh.
Masa Penurunan
Penyerangan
Chola di Kedah tahun 1017
dan 1025,
Rajendra
Chola I, raja dari dinasti Chola
di Koromandel, India selatan, mengirim
ekspedisi laut untuk menyerang Sriwijaya. Kerajaan Chola telah menaklukan
daerah-daerah koloni Sriwijaya, sekaligus berhasil menawan raja Sriwijaya yang
berkuasa waktu itu Sangrama-Vijayottunggawarman. Selama
beberapa dekade berikutnya, seluruh imperium Sriwijaya telah berada dalam
pengaruh dinasti Chola. Meskipun demikian Rajendra Chola I tetap memberikan
peluang kepada raja-raja yang ditaklukannya untuk tetap berkuasa selama tetap
tunduk kepadanya. Hal ini dikaitkan dengan adanya berita utusan San-fo-ts'i
ke Cina tahun 1028.
Namun demikian
pada masa ini Sriwijaya dianggap telah menjadi bagian dari dinasti Chola.
Kronik Tiongkok menyebutkan bahwa pada tahun 1079, Kulothunga Chola I (Ti-hua-ka-lo) raja dinasti Chola
disebut juga sebagai raja San-fo-ts'i, yang kemudian mengirimkan utusan untuk
membantu perbaikan candi dekat Kanton. Pengaruh invasi Rajendra Chola I,
terhadap hegemoni Sriwijaya atas raja-raja bawahannya melemah. Beberapa daerah
taklukan melepaskan diri, sampai muncul Dharmasraya dan Pagaruyung sebagai kekuatan baru yang kemudian
menguasai kembali wilayah jajahan Sriwijaya mulai dari kawasan Semenanjung
Malaya, Sumatera, sampai Jawa bagian barat.
4. KERAJAAN MATARAM
Nama dan Sejarah
Kerajaan Mataram diketahui dari Prasasti
Canggal yang berangka tahun 732 Masehi di Yogyakarta yang ditulis dalam huruf
Pallawa dan bahasa Sansekerta. Dalam prasasti itu disebutkan bahwa pada mulanya
Jawa (Yawadwipa) diperintah oleh Raja Sanna. Setelah ia wafat Sanjaya naik
tahta sebagai penggantinya. Sanjaya adalah putra Sannaha (saudara perempuan
Sanna).
Struktur
pemerintahan
Raja merupakan
pemimpin tertinggi Kerajaan Medang. Sanjaya
sebagai raja pertama memakai gelar Ratu. Pada zaman itu istilah Ratu belum identik dengan
kaum perempuan. Gelar ini setara dengan Datu yang berarti
"pemimpin". Keduanya merupakan gelar asli Indonesia.
Ketika Rakai
Panangkaran dari Wangsa
Sailendra berkuasa, gelar Ratu dihapusnya dan diganti dengan
gelar Sri Maharaja. Pemakaian gelar Sri Maharaja di Kerajaan Mataram
tetap dilestarikan oleh Rakai Pikatan meskipun Wangsa
Sanjaya berkuasa kembali. Jabatan tertinggi sesudah raja ialah Rakryan
Mahamantri i Hino atau kadang ditulis Rakryan Mapatih Hino. Jabatan
ini dipegang oleh putra atau saudara raja yang memiliki peluang untuk naik
takhta selanjutnya. Misalnya, Mpu Sindok merupakan Mapatih Hino pada
masa pemerintahan Dyah Wawa.
Jabatan Rakryan
Mapatih Hino pada zaman ini berbeda dengan Rakryan Mapatih pada
zaman Majapahit.
Patih zaman Majapahit setara dengan perdana
menteri namun tidak berhak untuk naik takhta.
Jabatan sesudah Mahamantri
i Hino secara berturut-turut adalah Mahamantri i Halu dan Mahamantri
i Sirikan. Jabatan tertinggi di Mataram selanjutnya ialah Rakryan
Kanuruhan sebagai pelaksana perintah raja.
Keadaan penduduk
Artifak emas
menunjukkan kekayaan dan kehalusan seni budaya kerajaan Mataram.
Penduduk Mataram
sejak periode Bhumi Mataram sampai periode Wwatan pada umumnya bekerja sebagai petani.
Kerajaan Medang memang terkenal sebagai negara agraris, sedangkan saingannya.
Agama resmi
Kerajaan Medang pada masa pemerintahan Sanjaya
adalah Hindu
aliran Siwa.
Ketika Sailendrawangsa berkuasa, agama resmi kerajaan
berganti menjadi Buddha
aliran Mahayana.
Kemudian pada saat Rakai Pikatan dari Sanjayawangsa
berkuasa, agama Hindu dan Buddha tetap hidup berdampingan dengan penuh
toleransi.
Peninggalan
sejarah
Avalokitesvara
lengan-dua. Jawa Tengah, abad ke-9/ke-10,
tembaga,
12,0 x 7,5 cm. Chundā lengan-empat, Jawa
Tengah, Wonosobo,
Dataran Tinggi Dieng, abad ke-9/10, perunggu,
11 x 8 cm. Dewi Tantra lengan-empat (Chundā), Jawa Tengah, Prambanan, abad ke
10, perunggu, 15 x 7,5 cm. Terletak di Museum für Indische Kunst,
Berlin-Dahlem.
Selain
meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah
dan Jawa Timur,
Kerajaan Mataram juga membangun banyak candi, baik itu yang
bercorak Hindu
maupun Buddha.
Temuan
Wonoboyo berupa artifak emas. Candi-candi peninggalan Kerajaan
Mataram antara lain, Candi Kalasan, Candi Plaosan,
Candi
Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut,
Candi Pawon,
dan tentu saja yang paling kolosal adalah Candi
Borobudur. Candi megah yang dibangun oleh Sailendrawangsa.
5. KERAJAAN KEDIRI
Kerajaan Kediri
atau Kerajaan Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa Timur
antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di
sekitar Kota Kediri.
Latar Belakang
Sesungguhnya
kota Daha sudah ada sebelum Kerajaan Kadiri berdiri. Daha merupakan singkatan
dari Dahanapura, yang berarti kota api. Nama ini terdapat dalam
prasasti Pamwatan yang dikeluarkan tahun 1042. Saat akhir pemerintahan Airlangga,
pusat kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahuripan,
melainkan pindah ke Daha.
Pada akhir
November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua
putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri
Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang
berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji
Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala
yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.
Sebelum dibelah menjadi dua, nama kerajaan yang dipimpin Airlangga
sudah bernama Panjalu, yang berpusat di Daha. Jadi, Kerajaan
Janggala lahir sebagai pecahan dari Panjalu. Adapun Kahuripan
adalah nama kota lama yang sudah ditinggalkan Airlangga
dan kemudian menjadi ibu kota Janggala.
Pada mulanya,
nama Panjalu atau Pangjalu memang lebih sering dipakai dari pada nama Kadiri.
Hal ini dapat dijumpai dalam prasasti-prasasti yang diterbitkan oleh raja-raja
Kadiri. Bahkan, nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-chia-lung dalam kronik Cina
berjudul Ling wai tai ta (1178).
Perkembangan Kediri
Masa-masa awal
Kerajaan Panjalu atau Kadiri tidak banyak diketahui. Prasasti Turun Hyang II
(1044) yang diterbitkan Kerajaan Janggala hanya memberitakan adanya
perang saudara antara kedua kerajaan sepeninggal Airlangga.
Sejarah Kerajaan
Panjalu memiliki prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri Jayawarsa.
Kerajaan Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya
berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya yang
terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu Jayati, atau Panjalu
Menang.
Pada masa
pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Panjalu
mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di
Nusantara,
bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.
Pada masa itu
negeri paling kaya selain Cina secara berurutan adalah Arab,
Jawa, dan Sumatra.
Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani
Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Panjalu, sedangkan Sumatra
dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
Karya Sastra
Zaman Kediri
Seni sastra
mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Panjalu-Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan
Mpu Panuluh.
Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa
atas Korawa,
sebagai kiasan kemenangan Sri Jayabhaya atas Janggala.
Selain itu, Mpu Panuluh
juga menulis Kakawin Hariwangsa dan Ghatotkachasraya.
Terdapat pula pujangga zaman pemerintahan Sri Kameswara
bernama Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin Smaradahana. Kemudian pada zaman
pemerintahan Kertajaya
terdapat pujangga bernama Mpu Monaguna yang menulis Sumanasantaka dan Mpu Triguna yang menulis Kresnayana.
Runtuhnya Kadiri
Kerajaan
Panjalu-Kadiri runtuh pada masa pemerintahan Kertajaya,
Pada tahun 1222 Kertajaya sedang berselisih melawan kaum brahmana
yang kemudian meminta perlindungan Ken Arok
akuwu Tumapel.
Kebetulan Ken Arok
juga bercita-cita memerdekakan Tumapel yang merupakan daerah bawahan Kadiri.
Perang antara Kadiri
dan Tumapel
terjadi dekat desa Ganter. Pasukan Ken Arok
berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah masa Kerajaan Kadiri,
yang sejak saat itu kemudian menjadi bawahan Tumapel
atau Singhasari.
Setelah Ken Arok
mengangkat Kertajaya, Kadiri menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan
Singhasari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai bupati
Kadiri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada
tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya, yaitu Jayakatwang.
Jayakatwang memberontak terhadap Singhasari yang dipimpin oleh Kertanegara,
karena dendam masa lalu dimana leluhurnya Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok.
Setelah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali Kerajaan
Kadiri, namun hanya bertahan satu tahun dikarenakan serangan gabungan yang
dilancarkan oleh pasukan Mongol dan pasukan menantu Kertanegara, Raden Wijaya.
Raja-Raja yang
Pernah Memerintah Kediri
Berikut adalah
nama-nama raja yang pernah memerintah di Daha, ibu kota Kadiri:
1.
Pada saat Daha menjadi ibu kota kerajaan yang masih utuh
Airlangga,
merupakan pendiri kota Daha sebagai pindahan kota Kahuripan.
Ketika ia turun takhta tahun 1042,
wilayah kerajaan dibelah menjadi dua. Daha kemudian menjadi ibu kota kerajaan
bagian barat, yaitu Panjalu.
2. Pada saat
Daha menjadi ibu kota Panjalu
-Sri
Samarawijaya, merupakan putra Airlangga
yang namanya ditemukan dalam prasasti Pamwatan (1042).
-Sri Jayawarsa,
berdasarkan prasasti Sirah Keting (1104)
-Sri Bameswara,
berdasarkan prasasti Padelegan I (1117), prasasti Panumbangan (1120), dan prasasti Tangkilan (1130).
-Sri Jayabhaya,
merupakan raja terbesar Panjalu, berdasarkan prasasti Ngantang (1135), prasasti
Talan (1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157).
-Sri
Sarweswara, berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti
Kahyunan (1161).
-Sri Aryeswara,
berdasarkan prasasti Angin (1171).
-Sri Gandra,
berdasarkan prasasti Jaring (1181).
-Sri Kameswara,
berdasarkan prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradahana.
-Sri Kertajaya,
berdasarkan prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama,
dan Pararaton.
3.
Pada saat Daha menjadi bawahan Singhasari
Kerajaan Panjalu
runtuh tahun 1222 dan menjadi bawahan Singhasari.
Berdasarkan prasasti Mula Malurung, diketahui
raja-raja Daha zaman Singhasari, yaitu:
-Mahisa Wunga Teleng putra Ken Arok
-Tohjaya
kakak Guningbhaya
-Kertanagara
cucu Mahisa Wunga Teleng (dari pihak ibu), yang
kemudian menjadi raja Singhasari
4.
Pada saat Daha menjadi ibu kota Kadiri
Jayakatwang,
adalah keturunan Kertajaya yang menjadi bupati Gelang-Gelang. Tahun 1292 ia
memberontak hingga menyebabkan runtuhnya Kerajaan Singhasari. Jayakatwang
kemudian membangun kembali Kerajaan Kadiri. Tapi pada tahun 1293 ia dikalahkan Raden Wijaya
pendiri Majapahit.
5.
Pada saat Daha menjadi bawahan Majapahit
Sejak tahun 1293
Daha menjadi negeri bawahan Majapahit yang paling utama. Raja yang memimpin bergelar Bhre
Daha tapi hanya bersifat simbol, karena pemerintahan harian dilaksanakan oleh
patih Daha. Bhre Daha yang pernah menjabat ialah:
-Jayanagara
1295-1309 Nagarakretagama.47:2;
Prasasti Sukamerta -
didampingi Patih Lembu Sora
kemudian Gajah Mada.
-Jayeswari 1429-1464 Pararaton.30:8;
31:34; 32:18; Waringin Pitu
6.
Pada saat Daha menjadi ibu kota Majapahit
Menurut Suma Oriental
tulisan Tome Pires,
pada tahun 1513 Daha menjadi ibu kota Majapahit
yang dipimpin oleh Bhatara Wijaya. Nama raja ini identik dengan Dyah
Ranawijaya yang dikalahkan oleh Sultan
Trenggana raja Demak tahun 1527.
Sejak saat itu
nama Kediri
lebih terkenal dari pada Daha.
6. KERAJAAN SINGASARI
Kerajaan
Singhasari atau sering pula ditulis Singasari atau Singosari, adalah sebuah
kerajaan di Jawa Timur
yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di
daerah Singosari, Malang.
Nama Ibu Kota
Berdasarkan prasasti Kudadu, nama
resmi Kerajaan Singhasari yang sesungguhnya ialah Kerajaan Tumapel. Menurut Nagarakretagama,
ketika pertama kali didirikan tahun 1222, ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja.
Pada tahun 1253, Raja Wisnuwardhana
mengangkat putranya yang bernama Kertanagara
sebagai yuwaraja
dan mengganti nama ibu kota menjadi Singhasari. Nama Singhasari yang merupakan
nama ibu kota
kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Maka, Kerajaan Tumapel
pun terkenal pula dengan nama Kerajaan Singhasari.
Awal Berdiri
Menurut Pararaton,
Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahan Kerajaan
Kadiri. Yang menjabat sebagai akuwu (setara camat) Tumapel
saat itu adalah Tunggul Ametung. Ia mati dibunuh dengan cara
tipu muslihat oleh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok,
yang kemudian menjadi akuwu baru. Ken Arok juga yang mengawini istri Tunggul
Ametung yang bernama Ken Dedes. Ken Arok
kemudian berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kadiri.
Pada tahun 1254 terjadi perseteruan
antara Kertajaya
raja Kadiri
melawan kaum brahmana.
Para brahmana
lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel
bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi. Perang melawan Kadiri meletus
di desa Ganter yang dimenangkan oleh pihak Tumapel.
Nagarakretagama juga menyebut
tahun yang sama untuk pendirian Kerajaan Tumapel, namun tidak menyebutkan
adanya nama Ken Arok.
Dalam naskah itu, pendiri kerajaan Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang
Girinathaputra yang berhasil mengalahkan Kertajaya
raja Kadiri.
Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara
tahun 1255,
menyebutkan kalau pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa. Nama ini adalah
gelar anumerta dari Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama
arwah pendiri kerajaan Tumapel tersebut dipuja sebagai Siwa. Selain itu, Pararaton
juga menyebutkan bahwa, sebelum maju perang melawan Kadiri, Ken Arok
lebih dulu menggunakan julukan Bhatara Siwa.
Prasasti Mula Malurung
Kerajaan Tumapel
disebutkan didirikan oleh Rajasa yang dijuluki "Bhatara Siwa",
setelah menaklukkan Kadiri.
Sepeninggalnya, kerajaan terpecah menjadi dua, Tumapel dipimpin Anusapati
sedangkan Kadiri
dipimpin Bhatara Parameswara (alias Mahisa Wonga Teleng). Parameswara digantikan
oleh Guningbhaya,
kemudian Tohjaya.
Sementara itu, Anusapati digantikan oleh Seminingrat yang bergelar Wisnuwardhana.
Prasasti Mula Malurung juga menyebutkan
bahwa sepeninggal Tohjaya,
Kerajaan Tumapel dan Kadiri dipersatukan kembali oleh Seminingrat. Kadiri kemudian
menjadi kerajaan bawahan yang dipimpin oleh putranya, yaitu Kertanagara.
Kejayaan
Kertanagara
adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari (1268 - 1292). Ia adalah raja
pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa. Pada tahun 1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra
sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa Mongol. Saat
itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan
Malayu). Kerajaan ini akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan
dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang dari Kertanagara,
sebagai tanda persahabatan kedua negara.
Pada tahun 1284, Kertanagara juga
mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. Pada tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari
meminta agar Jawa
mengakui kedaulatan Mongol.
Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara.
Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah
bawahan Singhasari di luar Jawa pada masa Kertanagara
antara lain, Melayu, Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.
Keruntuhan
Candi Singhasari
dibangun sebagai tempat pemuliaan Kertanegara,
raja terakhir Singhasari.
Kerajaan
Singhasari yang sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa akhirnya mengalami
keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292 terjadi pemberontakan Jayakatwang
bupati Gelang-Gelang, yang merupakan sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan
dari Kertanagara
sendiri. Dalam serangan itu Kertanagara mati terbunuh.
Setelah
runtuhnya Singhasari, Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu kota
baru di Kadiri.
Riwayat Kerajaan Tumapel-Singhasari pun berakhir.
7.
KERAJAAN MAJAPAHIT
Majapahit adalah
sebuah kerajaan
yang berpusat di Jawa
Timur,
Indonesia,
yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini
mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan
raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara
pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan
Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan
dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah
Indonesia. Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra,
Semenanjung Malaya, Kalimantan,
hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
Historiografi
Pararaton ('Kitab
Raja-raja') dalam bahasa Kawi
dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa
Kuno. Pararaton terutama menceritakan Ken Arok
(pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa
bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama
merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan
Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk.
Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok
dan negara-negara lain.
Keakuratan semua
naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan.
Berdirinya
Majapahit
Sebelum
berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini
menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan
di Tiongkok.
Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke Singhasari
yang menuntut upeti.
Kertanagara,
penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan
mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya.
Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang,
adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh
Kertanegara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan
pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara,
yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang membawa surat
berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang.
Jawaban dari surat diatas disambut dengan senang hati. Raden Wijaya
kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan
itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya
diambil dari buah maja,
dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba,
Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang.
Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang
sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya
secara kalang-kabut karena mereka berada di negeri asing.
Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir
mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka terpaksa harus menunggu
enam bulan lagi di pulau yang asing.
Tanggal pasti
yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari
penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215
saka yang bertepatan dengan tanggal 10 November
1293. Ia dinobatkan dengan
nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini
menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe,
Sora,
dan Nambi
memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil.
Pemberontakan Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra
Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini tersebut
disebutkan dalam Pararaton.[15]
Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang
melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya raja, agar ia
dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian
pemberontak terakhir (Kuti),
Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati. Wijaya meninggal
dunia pada tahun 1309.
Putra dan
penerus Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang berarti
"penjahat lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun pemerintahan
Jayanegara, seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone mengunjungi keraton
Majapahit di Jawa.
Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu
Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih
mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni.
Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi
ratu Majapahit. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada
sebagai Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa
yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun
sebuah kemaharajaan. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang
menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di
Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
Kejayaan
Majapahit
Hayam Wuruk,
juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya
Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada.
Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak
wilayah.
Daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra,
semenanjung Malaya, Kalimantan,
Sulawesi,
kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura)
dan sebagian kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus
puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
Namun demikian,
batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut
tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan
satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja.
Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja,
Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam,
dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
Selain
melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan
diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik,
Hayam Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda
sebagai permaisurinya.
Pihak Sunda menganggap lamaran ini
sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga
dan pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan
dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada
melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah
Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit
di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani memberikan
perlawanan, keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir
seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda dapat dibinasakan secara kejam.
Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam
melakukan "bela pati", bunuh diri
untuk membela kehormatan negaranya. Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama
dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian
di Bali. Kisah ini disinggung dalam Pararaton
tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam Nagarakretagama.
Budaya keraton
yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang
halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga
menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang
membentang dari Sumatera
ke Papua,
mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku. Tradisi
lokal di berbagai daerah di Nusantara masih mencatat kisah legenda mengenai
kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung oleh kerajaan Majapahit
hanya mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu
hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan
pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka. Akan tetapi segala pemberontakan
atau tantangan bagi ketuanan Majapahit atas daerah itu dapat mengundang reaksi
keras.
Pada tahun 1377,
beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan laut
untuk menumpas pemberontakan di Palembang.
Meskipun
penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan
kadang-kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya
adalah mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan
Nusantara. Pada saat inilah pedagang muslim dan
penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.
Jatuhnya Majapahit
Sesudah mencapai
puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit
berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389,
Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris
Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya
sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang
putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas
takhta. Perang saudara yang disebut Perang
Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi
melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana,
semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara
ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di seberang.
Pada kurun
pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming
yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa
kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho
ini telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota
pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang,
Demak,
Tuban,
dan Ampel;
maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.
Wikramawardhana
memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang
memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua Wikramawardhana
dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat
dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya,
adik laki-lakinya.
Ia memerintah
hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan
menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat
pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis
pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta
pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh
Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap
Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.
Ketika Majapahit
didirikan, pedagang Muslim
dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara.
Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh
Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan
baru yang berdasarkan Islam,
yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat
Nusantara[23].
Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi
membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad
ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke
Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di
daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan
Majapahit.
Kebudayaan.
Nagarakretagama
menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan cita rasa seni dan
sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama
dalam kalender tata negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April)
ketika semua utusan dari semua wilayah taklukan Majapahit datang ke istana
untuk membayar upeti
atau pajak.
Kawasan Majapahit secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk
kawasan ibu kota dan sekitarnya; wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Bali yang
secara langsung dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk langsung oleh raja; serta
wilayah-wilayah taklukan di kepulauan Nusantara yang menikmati otonomi
luas.
Ibu kota
Majapahit di Trowulan
merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan besar keagamaan yang
diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha,
Siwa, dan Waisnawa
(pemuja Wisnu)
dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha,
Siwa, maupun Wisnu. Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang Islam, akan tetapi sangat
mungkin terdapat beberapa pegawai atau abdi istana muslim saat itu.
Walaupun batu bata
telah digunakan dalam candi
pada masa sebelumnya, arsitek Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya.
Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan memanfaatkan
getah tumbuhan merambat dan gula merah
sebagai perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yang masih dapat ditemui
sekarang adalah Candi Tikus dan Gapura Bajang Ratu di Trowulan, Mojokerto.
Raja [Jawa]
memiliki bawahan tujuh raja bermahkota. [Dan] pulaunya berpenduduk banyak,
merupakan pulau terbaik kedua yang pernah ada.... Raja pulau ini memiliki
istana yang luar biasa mengagumkan. Karena sangat besar, tangga dan bagian
dalam ruangannya berlapis emas dan perak, bahkan atapnya pun bersepuh emas.
Kini Khan Agung dari China beberapa kali berperang melawan raja ini; akan tetapi
selalu gagal dan raja ini selalu berhasil mengalahkannya."
Ekonomi
Majapahit
merupakan negara agraris
dan sekaligus negara perdagangan. Pajak dan denda dibayarkan dalam
uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada
masa kerajaan Medang
yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak. Sekitar tahun 1300,
pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter penting
terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang "kepeng" yaitu
keping uang tembaga impor dari China. Prasasti Canggu yang berangka tahun 1358
menyebutkan sebanyak 78 titik perlintasan berupa tempat perahu penyeberangan di
dalam negeri (mandala Jawa). Prasasti
dari masa Majapahit menyebutkan berbagai macam pekerjaan dan spesialisasi
karier, mulai dari pengrajin emas dan perak, hingga penjual minuman, dan jagal
atau tukang daging. Meskipun banyak di antara pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada
sejak zaman sebelumnya, namun proporsi populasi yang mencari pendapatan dan
bermata pencarian di luar pertanian semakin meningkat pada era Majapahit.
Mata uangnya
dibuat dari campuran perak,
timah putih,
timah hitam,
dan tembaga.
Selain itu, catatan Odorico da Pordenone, biarawan Katolik Roma
dari Italia
yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321, menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan
perhiasan emas, perak, dan permata.
Kemakmuran
Majapahit diduga karena dua faktor. Faktor pertama; lembah sungai Brantas
dan Bengawan Solo
di dataran rendah Jawa Timur utara sangat cocok untuk pertanian padi. Pada masa jayanya
Majapahit membangun berbagai infrastruktur irigasi, sebagian dengan dukungan
pemerintah. Faktor kedua; pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara Jawa
mungkin sekali berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan
komoditas rempah-rempah Maluku. Pajak
yang dikenakan pada komoditas rempah-rempah yang melewati Jawa merupakan sumber
pemasukan penting bagi Majapahit.
Nagarakretagama
menyebutkan bahwa kemashuran penguasa Wilwatikta telah menarik banyak pedagang
asing, di antaranya pedagang dari India, Khmer, Siam,
dan China.
Pajak khusus dikenakan pada orang asing terutama yang menetap semi-permanen di
Jawa dan melakukan pekerjaan selain perdagangan internasional. Majapahit
memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi pedagang dari India dan Tiongkok
yang menetap di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat lain di wilayah
Majapahit di Jawa.
Politik
Kesultanan-kesultanan
Islam Demak, Pajang,
dan Mataram berusaha mendapatkan legitimasi atas
kekuasaan mereka melalui hubungan ke Majapahit. Demak menyatakan legitimasi
keturunannya melalui Kertabhumi; pendirinya, Raden Patah,
menurut babad-babad keraton Demak dinyatakan sebagai anak Kertabhumi dan
seorang Putri Cina, yang dikirim ke luar istana sebelum ia melahirkan.
Penaklukan Mataram atas Wirasaba tahun 1615 yang
dipimpin langsung oleh Sultan Agung sendiri memiliki arti penting
karena merupakan lokasi ibukota Majapahit. Keraton-keraton Jawa Tengah memiliki
tradisi dan silsilah yang berusaha membuktikan hubungan para rajanya dengan
keluarga kerajaan Majapahit — sering kali dalam bentuk makam leluhur, yang di
Jawa merupakan bukti penting — dan legitimasi dianggap meningkat melalui
hubungan tersebut. Bali secara khusus mendapat pengaruh besar dari Majapahit,
dan masyarakat Bali menganggap diri mereka penerus sejati kebudayaan Majapahit.
Para penggerak
nasionalisme Indonesia modern, termasuk mereka yang terlibat Gerakan Kebangkitan Nasional di awal abad
ke-20, telah merujuk pada Majapahit, disamping Sriwijaya, sebagai contoh gemilang masa lalu
Indonesia. Majapahit kadang dijadikan acuan batas politik negara Republik
Indonesia saat ini. Dalam propaganda yang dijalankan tahun 1920-an, Partai Komunis Indonesia menyampaikan
visinya tentang masyarakat tanpa kelas sebagai penjelmaan kembali dari
Majapahit yang diromantiskan. Sebagaimana Majapahit, negara Indonesia modern
meliputi wilayah yang luas dan secara politik berpusat di pulau Jawa.
Struktur
pemerintahan
Majapahit
memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi
yang teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk,
dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama
perkembangan sejarahnya. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia
memegang otoritas politik
tertinggi.
8. KERAJAAN KURIPAN
Kerajaan
Kuripan, atau disebut pula Kahuripan, adalah kerajaan
kuno yang beribukota di kecamatan
Danau Panggang, Hulu Sungai
Utara, Kalimantan Selatan. Kerajaan Kuripan berlokasi
di sebelah hilir dari negeri Candi Agung (Amuntai Tengah).
Pusat
pemerintahan kerajaan ini berpindah-pindah di sekitar Kabupaten Hulu Sungai
Utara dan Kabupaten Tabalong saat ini. Kabupaten Tabalong
terletak di sebelah hulu dari Kabupaten Hulu Sungai Utara, karena di kawasan
Kabupaten Hulu Sungai Utara sungai Bahan/sungai Negara bercabang ke arah
hulunya menjadi dua yaitu daerah aliran sungai Tabalong dan daerah aliran
sungai Balangan. Menurut kebiasaan di Kalimantan,
penamaan sebuah sungai biasanya berdasarkan nama kawasan yang ada di sebelah
hulunya. Karena itu penamaan sungai Tabalong berdasarkan nama daerah yang ada
di sebelah hulu dari sungai tersebut, yang pada zaman Hindia Belanda disebut Distrik
Tabalong. Sungai Tabalong adalah anak sungai Bahan, sedangkan sungai
Bahan adalah anak sungai Barito yang bermuara ke laut Jawa.
Nama Kerajaan
Kuripan sebutan lain dari Kerajaan Tabalong yang disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama yang ditulis pujangga
Majapahit
yakni Mpu Prapanca
pada tahun 1365.
Sebutan Kerajaan
Tabalong berdasarkan nama kawasan dimana kerajaan tersebut berada. Sedangkan
nama Kuripan mungkin nama ibukotanya saat itu. Nama Kuripan adalah nama lama
kota Amuntai di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang terletak di sekitar muara
sungai Tabalong.
Pemerintahan
suku Maanyan di kerajaan Nan Sarunai mendapat serangan dari Jawa (Majapahit)
sebanyak dua kali yang disebut orang Maanyan dengan istilah Nansarunai Usak
Jawa, sehingga suku Maanyan menyingkir ke pedalaman pada daerah yang dihuni
suku Lawangan kecuali sebagian yang kemudian bergabung ke dalam pemerintahan
orang Majapahit. Diduga serangan yang kedua adalah serangan dari Pangeran Surya
Nata I yang telah mengokohkan kedudukannya sebagai Raja Negara Dipa setelah
menikah dengan Putri Junjung Buih. Menurut orang Maanyan, kerajaan Nan Sarunai
ini telah ada pengaruh Hindu, yaitu adanya pembakaran tulang-tulang dalam
upacara kematian suku Maanyan, yang merupakan aliran Hindu-Kaharingan,
sebelumnya tidak dikenal pembakaran tulang-tulang dalam agama Kaharingan yang
asli. Periode Kerajaan Kuripan/Nan Sarunai ini sezaman dengan Kerajaan Kutai Martadipura.
9. KERAJAAN KALINGGA
Kalingga atau
Ho-ling (sebutan dari sumber Tiongkok) adalah sebuah kerajaan
bercorak Hindu
yang muncul di Jawa Tengah sekitar abad ke-6 masehi. Letak
pusat kerajaan ini berada di antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten
Jepara sekarang. Tradisi kisah setempat, dan naskah Carita Parahyangan yang disusun berabad-abad
kemudian pada abad ke-16 menyinggung secara singkat mengenai Ratu Shima dan
kaitannya dengan Kerajaan Galuh. Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan
keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok.
Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima,
yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya.
Kisah lokal
Terdapat kisah
yang berkembang di Jawa Tengah utara mengenai seorang Maharani legendaris yang
menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kebenaran dengan keras tanpa pandang
bulu. Kisah legenda ini bercerita mengenai Ratu Shima yang mendidik rakyatnya
agar selalu berlaku jujur dan menindak keras kejahatan pencurian. Ia menerapkan
hukuman yang keras yaitu pemotongan tangan bagi siapa saja yang mencuri. Pada
suatu ketika seorang raja dari seberang lautan mendengar mengenai kemashuran
rakyat kerajaan Kalingga yang terkenal jujur dan taat hukum. Untuk mengujinya
ia meletakkan sekantung uang emas di persimpangan jalan dekat pasar. Tak ada
sorang pun rakyat Kalingga yang berani menyentuh apalagi mengambil barang yang
bukan miliknya. Hingga tiga tahun kemudian kantung itu disentuh oleh putra
mahkota dengan kakinya. Ratu Shima demi menjunjung hukum menjatuhkan hukuman
mati kepada putranya, dewan menteri memohon agar Ratu mengampuni kesalahan
putranya. Karena kaki sang pangeranlah yang menyentuh barang yang bukan
miliknya, maka sang pangeran dijatuhi hukuman dipotong kakinya.
KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA
1. KERAJAAN SAMUDERA PASAI
Kerajaan
Samudera Pasai merupakan Kerajaan Islam pertama di Indonesia.
Pendirinya adalah Nazimuddin al - Kamil, seorang Laksamana Laut dari
Mesir. Sementara itu di Mesir Dinasti Fatimah berhasil dikalahkan oleh
Dinasti Mamaluk. Dinasti baru ini berambisi untuk merebut Samudera Pasai
dengan mengirim Syekh Ismail. Untuk itu Syekh Ismail kemudian
bersekutu dengan Marah Silu dan berhasil merebut Samudera Pasai.
Selanjutnya Marah Silu diangkat sebagai raja Samudera Pasai dengan gelar
Sultan Malik ash Shaleh.
Pada
tahun 1297 M Sultan Malik Ash Shaleh wafat, dan dimakamkan di Kampung
Samudera Mukim Blang Me. la digantikan putranya bemama Sultan Muhammad
dengan gelar Sultan Malik at - Thahir. Ia memerintah sampai dengan tahun
1326. Ia digantikan oleh putranya bernama Sultan Ahmad yang juga
bergelar Sultan Malik at - Thahir. Pada masa pemerintahannya, kerajaan
Samudera Pasai kedatangan utusan Sultan Delhi yang sedang menuju Cina
bernama lbnu Batutah pada tahun 1345.
Pengganti
Sultan Ahmad adalah putranya yang bemama Sultan Zainal Abidin yang juga
bergelar Sultan Malik at - Thahir. Setelah pemerintahan Zainal Abidin,
Samudera Pasai mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan adanya perebutan
kekuasaan. Akhimya Samudera Pasai berhasil dikuasai oleh Kerajaan Islam
Malaka.
2. KERAJAAN ACEH
Pendiri
sekaligus raja pertama kerajaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah
atau Sultan lbrahim (1514 - 1528). Sejak tahun 1515 Aceh sudah berani
menyerang Portugis di Malaka dan juga menyerang Kerajaan Aru.
Sultan
Ali Mughayat Syah digantikan putranya bergelar Sultan Salahuddin (1528 -
1537). Ia tidak mampu memerintah Aceh dengan baik sehingga Aceh
mengalami kemerosotan. Oleh karena itu ia digantikan saudaranya Sultan
Alauddin Riayat Syah (1537 - 1568). Setelah Sultan Alaudin meninggal
Aceh mengalami masa suram. Pemberontakan dan perebutan kekuasaan sering
terjadi. Keadaan ini berlangsung cukup lama sampai dengan Sultan
lskandar Muda naik tahta (1607 - 1636 M).
Di
bawah pemerintahan Sultan lskandar Muda, kerajaan Aceh mencapai puncak
kejayaannya. lskandar Muda beberapa melakukan penyerangan terhadap
Portugis dan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaka. Aceh juga menduduki
daerah-daerah seperti Aru, Pahang, Kedah, Perlak dan Indragiri, sehingga
wilayah Aceh sangat luas.
Sultan
lskandar Muda digantikan oleh menantunya yang bergelar Sultan lskandar
Thani (1636 - 1641). la melanjutkan tradisi kekuasaan Sultan lskandar
Muda, tetapi ia tidak lama memerintah karena wafat tahun 1641 M.
Penggantinya, permaisurinya (Putri lskandar Muda), yang bergelar Putri
Sri Alam Permaisuri (1641 - 1675). Sejak itu Kerajaan Aceh terus
mengalami kemunduran dan akhimya runtuh karena dikuasai Belanda.
3. KERAJAAN DEMAK
Pada
mulanya Demak dikenal dengan nama Glagah Wangi. Sebagai Kadipaten dari
Majapahit, Demak dikenal juga dengan sebutan Bintoro. Kata Demak
merupakan akronim yang berarti gede makmur atau hadi makmur yang berarti
besar dan sejahtera. Faktor-faktor pendorong berdirinya Kerajaan Islam
Demak adalah :
1. Runtuhnya
Malaka ke tangan Portugis, sehingga para pedagang Islam mencari tempat
persinggahan dan perdagangan baru, diantaranya Demak.
2. Raden
Fatah sebagai pendiri Kerajaan Demak masih keturunan raja Majapahit,
Brawijaya V, dalam perkawinannya dengan putri Ceumpa yang beragama
Islam.
3. Raden Fatah mendapat dukungan dari para wali, yang sangat dihormati pada waktu itu.
4. Banyak adipati-adipati pesisir yang tidak puas dengan Majapahit dan mendukung Raden Fatah.
5. Mundur dan runtuhnya Majapahit karena Perang Paregreg.
6. Pusaka
keraton Majapahit sebagai lambang pemegang kekuasaan diberikan kepada
Raden Fatah. Dengan demikian Kerajaan Islam Demak merupakan kelanjutan
dari Kerajaan Majapahit dalam bentuknya yang baru.
Pada
tahun 1500 M, Raden Fatah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Raden Fatah mendirikan kesultanan Demak dengan gelar Sultan Alam Akbar
al Fatah (1500 -1518 M). Pada tahun 1518 Raden Fatah wafat. la
digantikan putranya bernama Adipati Unus (Muhammad Yunus. Pati Unus
hanya memerintah selama tiga tahun. la meninggal dalam usia muda. Karena
Pati Unus wafat tidak meninggalkan putra, maka ia digantikan oleh salah
seorang adiknya bernama Raden Trenggana (1521 -1546 M).
Di
bawah pemerintahan Sultan Trenggana, Demak mencapai puncak kejayaannya.
Pada waktu itu Portugis mulai memperluas pengaruhnya ke Jawa Barat,
bahkan mau mendirikan benteng dan kantor di Sunda Kelapa, dengan
persetujuan raja Pajajaran, Samiam. Oleh karena itu pada tahun 1522
Demak mengirimkan pasukan ke Jawa Barat dipimpin oleh Fatahillah. la
berhasil menduduki Banten dan Cirebon serta mengusir Portugis dari Sunda
Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Sejak itu Sunda Kelapa dirubah
namanya menjadi Jayakarta.
Perluasan
pengaruh ke Jawa Timur dipimpin langsung oleh Sultan Trenggana. Satu
per satu daerah-daerah di Jawa Timur berhasil dikuasai seperti Madiun,
Gresik, Tuban, Singosari dan Blambangan. Tetapi ketika menyerang
Pasuruan pada tahun 1546, Sultan Trenggana gugur.
Setelah
Trenggana wafat, terjadi perebutan kekuasaan antara Surawiyata atau
Pangeran Sekar Seda ing Lepen (adik Trenggana) dengan Sunan Prawoto
(putra Trenggana). Surawiyata berhasil dibunuh oleh utusan Sunan
Prawoto. Putra Surawiyata bernama Arya Penangsang dari Jipang menuntut
balas dan berhasil membunuh Sunan Prawoto.
Arya
Penangsang kemudian menduduki tahta kerajaan Demak. Kekacauan kembali
memuncak ketika Arya Penangsang membunuh adipati Jepara bernama Pangeran
Hadiri. Ia adalah suami dari Ratu Kalinyamat, adik kandung Sunan
Prawoto. Pembunuhan itu dilakukan karena Hadiri dianggap telah ikut
campur dalam persoalannya dengan Sunan Prawoto.
Kalinyamat
akhirnya mengangkat senjata memberanikan diri untuk melawan Arya
Penangsang. Ia berhasil menggerakkan adipati-adipati dan pejabat lain
untuk melawan Arya Penagsang. Akhirnya Arya Penangsang berhasil dibunuh
oleh Ki Jaka Tingkir yang dibantu oleh Kyai Gede Pamanahan dan putra
angkatnya Bagus Dananjaya serta Ki Penjawi dan Juru Mertani. Kemudian
JakaTingkir naik tahta dengan gelar Sultan Hadiwijaya. Pusat
pemerintahan dipindahkan dari Demak ke Pajang.
4. KERAJAAN BANTEN
Setelah
berhasil menduduki Banten, Fatahillah berkuasa didaerah tersebut.
Sedangkan daerah Cirebon diserahkan kepada putranya bernama Pangeran
Pasarean. Pada tahun 1522 Pangeran Pasarean wafat. Sehingga Fatahillah
menyerahkan Banten kepada putranya Hasanuddin. Sedangkan Fatahillah
memilih memerintah di Cirebon. Ia dikenal dengan sebutan Sunan Gunung
Jati. Sultan Hasanuddin dikenal sebagai Sultan pertama di Banten
berhasil memperluas daerah kekuasaannya ke Lampung. Pada tahun 1570 M,
Sultan Hasanuddin wafat dan digantikan putranya bergelar Panembahan
Yusuf.
Pada
tahun 1579 M. Panembahan Yusuf berhasil menaklukkan Kerajaan Hindu
terakhir di Jawa Barat, kerajaan Pakuan Pajajaran. Pada tahun 1580 M,
Panembahan Yusuf wafat. la digantikan putranya yang masih berusia 9
tahun, yaitu Maulana Muhammad. Karena usianya terlalu muda, maka
pemerintahan dipegang oleh seorang Mangkubumi sampai ia dewasa.
Pada
masa pemerintahan Maulana Muhammad datanglah untuk pertama kalinya
orang Belanda di Banten (Indonesia) dipimpin oleh Cornelis de Houtman
tahun 1596. Pada tahun itu pula Maulana Muhammad memimpin pasukan Banten
menyerang Palembang. Serangan ini gagal bahkan Maulana Muhammad
tertembak dan akhimya wafat. la digantikan putranya bernama Abdul
Mufakhir yang baru berumur 5 bulan. Oleh karena itu pemerintahan
dipegang oleh seorang mangkubumi, yaitu Pangeran Ranamenggala, pada
tahun 1608.
Pengganti
Abdul Mutakhir adalah Abdul Fatah yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa.
Ia merupakan raja terbesar Banten. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil
memajukan perdagangan. Sehingga Bandar Banten berkembang menjadi bandar
internasional yang dikunjungi oleh kapal-kapal Persia, Arab, Cina,
Inggris, Perancis dan Denmark. Akan tetapi Sultan AgengTirtayasa sangat
anti VOC yang telah merebut Jayakarta dari Banten. Sehingga Belanda pun
selalu berupaya menjatuhkan Banten.
Ketika
terjadi perselisihan antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya
Abdul Kahar yang dikenal sebagai Sultan Haji, Belanda mengambil
kesempatan untuk melancarkan politik adu domba (devide et impera).
Kesempatan itu datang ketika Sultan Haji dalam keadaan terdesak, Ia
meminta bantuan VOC. Akhirnya pada tahun 1682 Sultan Ageng Tirtayasa
menyerah, lalu ditawan di Batavia sampai wafatnya tahun 1692. Setelah
itu, kerajaan Banten terus mengalami kemunduran dan akhirnya dikuasai
sepenuhnya oleh Belanda pada tahun 1775.
5. KERAJAAN MATARAM
Setelah
runtuhnya kerajaan Demak, pusat pemerintahan dipindahkan ke Pajang oleh
Sultan Hadiwijaya. Sedangkan Demak hanya sebagai kadipaten dari
Kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Arya Pangiri (Putra Prawoto). Kiai
Ageng Pemanahan yang berjasa besar dalam membantu Hadiwijaya mendapat
imbalan daerah Mataram. Dalam waktu singkat Mataram berkembang pesat.
Namun pada tahun 1575 Kiai Ageng Pemanahan meninggal. Pemerintahannya
diteruskan oleh putra angkatnya bernama Bagus Dananjaya atau Sutawijaya.
Sementara
itu Sultan Hadiwijaya meninggal pada tahun 1582. Pangeran Benowo, Putra
Hadiwijaya, disingkirkan oleh Arya Pangiri. Untuk merebut kembali
kekuasaannya, Pangeran Benowo meminta bantuan, Sutawijaya dari Mataram.
Pajang diserang dan akhirnya Arya Pangiri menyerah. Sedangkan Pangeran
Benowo tidak sanggup untuk menghadapi Sutawijaya. Maka sejak tahun 1586
pusat pemerintahan dipindahkan dari Pajang ke Mataram oleh Sutawijaya.
Sutawijaya
naik tahta Kerajaan Mataram dengan gelar Panembahan Senapati ing Alaga
Sayyidin Panatagama (1586-1601). Masa pemerintahan Panembahan Senapati
diwarnai dengan perang terus-menerus dalam rangka untuk menundukkan para
bupati yang memberontak maupun untuk memperluas wilayah kekuasaannya.
Sebelum usahanya tersebut selesai, Panembahan Senapati wafat pada tahun
1601. Ia dimakamkan di Kota gede. Penggantinya adalah putranya yang
bernama Mas Jolang (1601 – 1613) dengan gelar Sultan Anyokrowati.
Pada
masa pemerintahan Mas Jolang banyak bupati di Jawa Timur memberontak.
Pemberontakan ini dihadapi dengan susah payah oleh Mas Jolang. Namun
sebelum pemberontakan tersebut dapat diselesaikan pada tahun 1913, Mas
Jolang wafat di Krapyak. Ia juga dimakamkan di Kota Gede. Penggantinya
adalah putranya yang bernama Raden Mas Martapura. Tetapi karena
sakit-sakitan, ia turun tahta dan digantikan oleh Raden Mas Rangsang.
Raden
Mas Rangsang naik tahta dengan gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma
Senapati ing Alaga Ngabdurahman. Di bawah pemerintahannya Mataram
mencapai puncak kejayaannya. Sultan Agung bercita-cita untuk
mempersatukan Pulau Jawa. Akan tetapi, antara Mataram dan Banten
terdapat Batavia, markas VOC, sebagai penghalang. Oleh karena itu pada
tahun 1628 dan 1629 Sultan Agung mengirim pasukan yang dipimpin oleh
Baurekso untuk menyerang VOC di Batavia yang sedang dipimpin oleh J.P.
Coen, namun kedua serangan itu gagal.
Sultan
Agung wafat pada tahun 1645 . la digantikan putranya yang bergelar
Amangkurat I (1645 -1677). Pada masa pemerintahannya, Belanda mulai
masuk ke daerah Mataram. Bahkan Amangkurat I menjalin hubungan baik
dengan Belanda. Selain itu sikap Amangkurat I yang sewenang-wenang
menimbulkan pemberontakan-pemberontakan. Pemberontakan yang paling
berbahaya adalah pemberontakan Trunojoyo dari Madura. Dalam pertempuran
itu Amangkurat I terluka dan dilarikan ke Tegalwangi, hingga meninggal.
Pada
masa pemerintahan Amangkurat II (1677 – 1903) Kerajaan Mataram semakin
sempit. Banyak daerah kekuasaannya yang diambil alih oleh VOC. Ibu kota
kerajaan dipindahkan ke Kartasura. Setelah Amangkurat II meninggal,
Kerajaan Mataram semakin suram. Hal ini disebabkan seringkali terjadi
perebutan kekuasaan diantara kaum bangsawan.
Politik
devide et impera Belanda menampakkan hasilnya ketika dilakukan
Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Perjanjian tersebut bertujuan untuk
meredam pemberontakan yang dipimpin oleh Mangkubhumi di Yogyakarta.
Melalui perjanjian tersebut Kerajaan Mataram dipecah menjadi dua, yaitu :
1. Kesuhunan Surakarta, yang dipimpin oleh Susuhanan Paku Buwono III (1749-1788).
2. Kesultanan
Yogyakarta (Ngayogyakarta Hadiningrat) dengan Mangkubumi sebagai
rajanya, bergelar Sultan Hamengkubuwono I (1755 - 1792).
Sementara
itu pemberontakan yang dilakukan oleh Mas Said (Pangeran Samber Nyawa)
terhadap Surakarta. Untuk meredam perlawanan itu pada tahun 1757
diadakan perjanjian yang hampir sama dengan Perjanjian Giyanti, yaitu
Perjanjian Salatiga. Isinya menobatkan Mas Said sebagai raja di wilayah
Mangkunegaran yang ketika itu menjadi bagian dari Kasuhunan Surakarta,
dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara.
Sejak
tahun 1811 willayah jajahan Belanda di Indonesia jatuh ke tangan
Inggris dengan tokohnya Thomas Stamford Raffles. Ia adalah seorang yang
liberal dan tidak menyukai sistem feodalisme. Sehingga timbullah
ketegangan antara Raffles dengan Keraton Yogyakarta. Akhirnya, pada
tahun 1813, Raffles menyerahkan sebagian wilayah Yogyakarta kepada Paku
Alam. Maka hingga kini kerajaan Mataram pecah menjadi empat kerajaan
kecil, yaitu :
1 Kesuhunan Surakarta
2. Kesultanan Yogyakarta
3. Magkunegaran
4. Paku Alaman
6. KERAJAAN GOWA DAN TALLO
Kerajaan
Gowa dan Tallo (Makasar) menjadi kerajaan Islam karena dakwah dari
Datuk Ri Bandang dan Datuk Sulaiman dari Minangkabau. Setelah masuk
Islam, raja Gowa, Daeng Manrabia bergelar Sultan Alaudin. Dan raja
Tallo, Kraeng Mantoaya bergelar Sultan Abdullah,. Kerajaan Gowa-Tallo
terletak pada posisi yang strategis yaitu, diantara jalur pelayaran
antara Malaka dan Maluku.
Sultan
Alaudin memerintah Makasar pada 1591 - 1639. la juga dikenal sebagai
sultan yang sangat menentang Belanda, hingga wafat pada tahun 1639. la
digantikan putranya Sultan Muhammad Said (1639 - 1653). Muhammad Said
mengirimkan pasukan ke Maluku, untuk membantu rakyat Maluku yang sedang
berperang melawan Belanda. Pengganti Muhammad Said adalah putranya
bergelar Sultan Hasanuddin (1653 - 1669).
Pada
masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Makasar mencapai masa
kejayaannya. Dalam waktu singkat Kerajaan Makasar berhasil menguasai
hampir seluruh wilayah Sulawesi Selatan. la juga memperluas wilayah
kekuasaannya di Nusa Tenggara seperti Sumbawa dan sebagian Flores.
Dengan demikian kegiatan perdagangan melalui Laut Flores harus singgah
di Makasar. Hal ini ditentang oleh Belanda, karena hubungan Ambon dan
Batavia yang telah dikuasai oleh Belanda terhalang oleh kekuasaan
Makasar. Keberanian Hasanuddin memporak-porandakan pasukan Belanda di
Maluku mengakibatkan Belanda semakin terdesak.
Dalam
rangka menguasai Makasar, Belanda melakukan politik devide at impera.
Kesempatan yang baik datang ketika pada tahun 1660 Raja Soppeng – Bone
bernama Aru Palaka yang sedang memberontak kepada kerajaan Gowa. Karena
merasa terdesak Aru Palaka meminta bantuan VOC. Sultan Hasanuddin dapat
dikalahkan dan harus menandatangani Perjanjian Bongaya pada tahun 1667.
Sultan Hasanuddin digantikan putranya Sultan Amir Hamzah. la tidak mampu
mempertahankan Makasar dari serbuan Belanda secara besar-besaran.
INDONESIA PADA MASA KOLONIAL
Pada
tahun 1595 Coenelis de Houtman yang sudah merasa mantap, mengumpulkan
modal untuk membiayai perjalanan ke Timur Jauh. Pada bulan April 1595,
Cornelis de Houtman dan De Keyzer dengan 4 buah kapal memimpin pelayaran
menuju Nusantara. Pada bulan Juni 1596 pelayaran yang dipimpin oleh De
Houtman berhasil berlabuh di Banten.
A. VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie)
Atas
prakarsa dari dua tokoh Belanda, yaitu : Pangeran Maurits dan Johan van
Olden Barnevelt, pada tahun 1602 kongsi-kongsi dagang Belanda
dipersatukan menjadi sebuah kongsi dagang besar yang diberi nama VOC
(Verenigde Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Maskapai
Perdagangan Hindia Timur. Pengurus pusat VOC terdiri dari 17 orang. Pada
tahun 1602 VOC membuka kantor pertamanya di Banten yang dikepalai oleh
Francois Wittert. Adapun tujuan dibentuknya VOC adalah :
a. Untuk menghindari persaingan tidak sehat antara sesama pedagang Belanda sehingga keuntungan maksimal dapat diperoleh.
b. Untuk memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan dengan bangsa-bangsa Eropa lainnya maupun dengan bangsa-bangsa Asia.
c. Untuk membantu dana pemerintah Belanda yang sedang berjuang menghadapi Spanyol yang masih menduduki Belanda.
Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan leluasa, oleh pemerintah Belanda VOC diberi hak-hak istimewa yang dikenal sebagai Hak Octroi yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Monopoli perdagangan
2. Mencetak dan mengedarkan uang
3. Mengangkat dan memberhentikan pegawai
4. Mengadakan perjanjian dengan raja-raja
5. Memiliki tentara untuk mempertahankan diri
6. mendirikan benteng
7. menyatakan perang dan damai
8. mengangkat dan memberhentikan penguasa-penguasa setempat
Untuk
mendapatkan keuntungan yang besar VOC menerapkan monopoli perdagangan.
Bahkan pelaksanaan monopoli VOC di Maluku lebih keras dari pada
pelaksanaan monopoli bangsa Portugis. Peraturan-peraturan yang
ditetapkan VOC dalam melaksanakan monopoli perdagangan antara lain
sebagai berikut :
1. Verplichte Leverantie
2. Contingenten
3. Ekstirpasi
4. Pelayaran Hongi
KEMUNDURAN VOC
Kemunduran dan kebangkrutan VOC terjadi sejak awal abad ke-18. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Banyak korupsi yang dilakukan oleh pegawai-pegawai VOC
2. Anggaran pegawai terlalu besar sebagai akibat semakin luasnya wilayah kekuasaan VOC
3. Biaya perang untuk memadamkan perlawanan rakyat sangat besar
4.
Adanya persaingan dengan kongsi dagang bangsa lain, seperti kongsi
dagang Portugis (Compagnie des Indies) dan kongsi dagang Inggris (East
Indian Company).
5. Hutang VOC yang sangat besar
6. Pemberian deviden kepada pemegang saham walaupun usahanya mengalami kemunduran
7. Berkembangnya faham liberalisme, sehingga monopoli perdagangan yang diterapkan VOC tidak sesuai lagi untuk diteruskan
8.
Pendudukan Perancis terhadap negeri Belanda pada tahun 1795, menganggap
badan seperti VOC tidak dapat diharapkan terlalu banyak dalam
menghadapi Inggris, sehingga VOC harus dibubarkan.
Pada
tahun 1795 dibentuklah panitia pembubaran VOC. Pada tahun itu pula hak
octroi dihapus. VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan
saldo kerugian sebesar 134,7 juta gulden. Selanjutnya semua hutang dan
kekayaan VOC diambil alih oleh pemerintah kerajaan Belanda.
B. MASA PEMERINTAHAN KOLONIAL HINDIA BELANDA
Pada
tahun 1795, Partai Patriot Belanda yang anti raja, atas bantuan
Perancis, berhasil merebut kekuasaan. Sehingga di Belanda terbentuklah
pemerintahan baru yang disebut Republik Bataaf. Republik ini menjadi
boneka Perancis yang sedang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte. Sedangkan
raja Belanda, Willem V, melarikan diri dan membentuk pemerintah
peralihan di Inggris. Pada waktu itu antara Inggris dan Perancis sedang
bermusuhan dengan hebatnya.
C. MASA PEMERINTAHAN HERMAN W. DAENDELS
1. LATAR BELAKANG
Karena
secara geografis letak Belanda dekat dengan Inggris, Napoleon Bonaparte
merasa perlu menduduki Belanda. Sehingga pada tahun 1806, Perancis
(Napoleon) membubarkan Republik Bataaf dan membentuk “Koninkrijk
Holland” (Kerajaan Belanda) sebagai gantinya. Napoleon kemudian
mengangkat Louis Napoleon sebagai raja Belanda. Hal ini berarti
sejak saat itu pemerintahan yang berkuasa di Indonesia adalah
pemerintahan Belanda-Perancis. Louis Napoleon mengangkat Herman Willem Daendels
sebagai Gubernur Jendral di Indonesia (1808 – 1811. Daendels mulai
menjalankan tugasnya pada tahun 1808 dengan tugas utama “mempertahankan
Pulau Jawa dari serangan Inggris”.
2. KEBIJAKAN PEMERINTAHAN HERMAN W. DAENDELS
a. Bidang Birokrasi Pemerintahan
1. Pusat pemerintahan (Weltevreden) dipindahkan agak masuk ke pedalaman
2. Dewan Hindia Belanda sebagai dewan legislatif pendamping Gubernur Jendral dibubarkan dan diganti dengan Dewan Penasehat.
3. Para bupati dijadikan pegawai pemerintahan Belanda.
b. Bidang Hukum dan Peradilan
1. Dalam bidang hukum Daendels membentuk 3 jenis pengadilan, yaitu :
a. Pengadilan untuk orang Eropa
b. Pengadilan untuk orang Pribumi
c. Pengadilan untuk orang Timur Asing
2. Pemberantasan
korupsi tanpa pandang bulu termasuk terhadap bangsa Eropa. Akan tetapi
ia sendiri malah melakukan korupsi besar-besaran.
c. Bidang Militer dan Pertahanan
1. Membangun jalan antara Anyer – Panarukan. Jalan ini penting sebagai lalu-lintas pertahanan maupun perekonomian.
2. Membangun
pabrik senjata di Gresik dan Semarang. Hal ini dilakukan Daendels sebab
hubungan Belanda dan Indonesia sangat sukar sebab ada blokade Inggris
di lautan.
3. Membangun pangkalan angkatan laut di Ujung Kulon dan Surabaya.
d. Bidang Ekonomi dan Keuangan
1. Membentuk Dewan Pengawas Keuangan Negara (Algemene Rekenkaer) dan dilakukan pemberantasan korupsi dengan keras.
2. Pajak
In Natura (Contingenten) dan sistem penyerahan wajb (Verplichte
Leverantie) yang diterapkan pada zaman VOC tetap dilanjutkan, bahkan
diperberat.
3. Mengadakan Preanger Stelsel, yaitu kewajiban bagi rakyat Priangan dan sekitarnya untuk menanam tanaman ekspor (kopi).
e. Bidang Sosial
1. Rakyat dipaksa untuk melakukan kerja rodi untuk membangun jalan Anyer – Panarukan.
2. Menghapus upacara penghormatan kepada residen, sunan atau sultan.
3. Membuat jaringan pos distrik dengan menggunakan kuda pos.
Louis
Bonaparte sebagai raja Belanda, akhirnya menarik kembali Daendels.
Penarikan Daendels ke Belanda disertai dengan pengangkatannya sebagai
seorang Panglima Perang yang kemudian dikerahkan ke medan Rusia.
D. MASA PENJAJAHAN INGGRIS DI INDONESIA (Masa Interegnum) 1811 – 1816
1. LATAR BELAKANG
Ketika
akhirnya Inggris menyerbu Pulau Jawa, Daendels sudah dipanggil kembali
ke Eropa. Penggantinya, Gubernur Jendral Jansen, tidak mampu menahan
serangan musuh, sehingga terpaksa menyerah. Akhir dari penjajahan
Belanda – Perancis ini ditandai dengan Kapitulasi Tuntang, yang isinya sebagai berikut :
1. Seluruh Jawa dan sekitarnya diserahkan kepada Inggris
2. Semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris
3. Semua pegawai Belanda yang mau bekerjasama dengan Inggris dapat memegang jabatannya terus.
4. Semua hutang Pemerintah Belanda yang dulu, bukan menjadi tanggung jawab Inggris.
Kapitulasi Tuntang ini ditandatangani pada tanggal 18 – 9 – 1811, oleh S. Auchmuty dari pihak Inggris dan Janssens dari pihak Belanda. Seminggu sebelum Kapitulasi Tuntang, raja muda Lord Minto yang berkedudukan di India, mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai Wakil Gubernur (Lieutenant Governor) di Jawa.
2. KEBIJAKAN PEMERINTAHAN THOMAS STAMFORD RAFFLES
a. Bidang Birokrasi Pemerintahan
Langkah-langkah Raffles pada bidang pemerintahan sebagai berikut :
1. Pulau Jawa dibagi menjadi 16 keresidenan.
2. Sistem pemerintahan feodal oleh Raffles dianggap dapat mematikan usaha-usaha rakyat.
3. Bupati-bupati
atau penguasa-penguasa pribumi dijadikan pegawai pemerintah kolonial
yang langsung di bawah kekuasaan pemerintah pusat.
b. Bidang Ekonomi dan Keuangan
1. Penghapusan
pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem penyerahan wajib (verplichte
Leverantie) yang sudah diterapkan sejak zaman VOC. Kedua peraturan
tersebut dianggap terlalu berat dan dapat mengurangi daya beli rakyat.
2. Menetapkan Sistem Sewa Tanah (Landrent).
3. Mengadakan monopoli garam dan minuman keras.
c. Bidang Sosial
1. Penghapusan kerja rodi (kerja paksa)
2. Penghapusan perbudakan.
3. Peniadaan Pynbank (disakiti) yaitu hukuman yang sangat kejam dengan melawan Harimau.
d. Bidang Ilmu Pengetahuan
Masa pemerintahan Raffles di Indonesia memberikan banyak peninggalan yang berguna bagi Ilmu Pengetahuan, seperti :
1. Ditulisnya buku berjudul History of Java.
2. Ditemukannya bunga Rafflesia Arnoldi
3. Dirintisnya Kebun Raya Bogor
3. BERAKHIRNYA KEKUASAAN THOMAS STAMFORD RAFLLES
Berakhirnya pemerintahan Raffles di Indonesia ditandai dengan adanya Convention of London, 1814. Perjanjian tersebut ditandatangani di London oleh wakil-wakil Belanda dan Inggris yang isinya sebagai berikut :
1. Indonesia dikembalikan kepada Belanda
2. Jajahan Belanda seperti Sailan, Kaap Koloni, Guyana, tetap ditangan Inggris
3. Cochin (di pantai Malabar) diambil alih oleh Inggris dan Bangka diserahkan kepada Belanda sebagai gantinya.
E. MASA PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA (Nederlandsch Indie) (1816 – 1942)
1. Pemerintahan Komisaris Jendral
Setelah
berakhirnya kekuasaan Inggris, yang berkuasa di Indonesia adalah
Pemerintahan Hindia Belanda. Pada mulanya pemerintahan ini merupakan
pemerintahan kolektif yang terdiri dari tiga orang, yaitu : Flout, Buyskess dan Van Der Capellen.
Mereka berpangkat komisaris Jendral. Masa peralihan ini hanya
berlangsung dari tahun 1816 – 1819. Pada tahun 1819, kepala pemerintahan
mulai dipegang oleh seorang Gubernur Jendral Van Der Capellen (1816-1824)
Pada
kurun waktu 1816-1830, pertentangan antara kaum liberal dan kaum
konservatif terus berlangsung. Sementara itu kondisi di negeri Belanda
dan di Indonesia semakin memburuk. Oleh karena itulah usulan Van Den Bosch untuk melaksanakan Cultuur Stelsel (tanam paksa) diterima dengan baik, karena dianggap dapat memberikan keuntungan yang besar bagi negeri induk.
F. PENERAPAN SISTEM TANAM PAKSA (CULTUUR STELSEL) PADA TAHUN 1830 - 1870
a. Latar Belakang Sistem Tanam Paksa
1. Di Eropa Belanda terlibat dalam peperangan-peperangan pada masa kejayaan Napoleon, sehingga menghabiskan biaya yang besar.
2. Terjadinya Perang kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun 1830.
3. Terjadi
Perang Diponegoro (1825-1830) yang merupakan perlawanan rakyat jajahan
termahal bagi Belanda. Perang Diponegoro menghabiskan biaya kurang lebih
20.000.000 Gulden.
4. Kas negara Belanda kosong dan hutang yang ditanggung Belanda cukup berat.
5. Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak banyak.
6. Kegagalan
usaha mempraktekkan gagasan liberal (1816-1830) dalam mengeksploitasi
tanah jajahan untuk memberikan keuntungan besar terhadap negeri induk.
b. Aturan-aturan Tanam Paksa
Ketentuan-ketentuan pokok Sistem Tanam Paksa terdapat dalam Staatblad (lembaran negara) tahun 1834, no. 22, beberapa tahun setelah Tanam Paksa dijalankan di Pulau Jawa berbunyi :
1. Persetujuan-persetujuan
akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian dari
tanahnya untuk penanaman tanaman ekspor yang dapat dijual dipasaran
Eropa.
2. Tanah pertanian yang disediakan penduduk, tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman tersebut tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam tanaman padi.
4. Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari pajak tanah.
5. Hasil
dari tanaman tersebut diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda; Jika
harganya ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, maka
kelebihan itu diberikan kepada penduduk.
6. Kegagalan panen yang bukan karena kesalahan petani, akan menjadi tanggungan pemerintah
7. Bagi
yang tidak memiliki tanah, akan dipekerjakan pada perkebunan atau
pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari setiap tahun.
Ketentuan
ketentuan tersebut memang kelihatan tidak terlampau menekan rakyat.
Dalam prakteknya, sistem tanam paksa seringkali menyimpang, sehingga
rakyat banyak dirugikan, misalnya:
1. Perjanjian tersebut seharusnya dilakukan dengan suka rela akan tetapi dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara-cara paksaan.
2. Luas
tanah yang disediakan penduduk lebih dari seperlima tanah mereka.
Seringkali tanah tersebut satu per tiga bahkan semua tanah desa
digunakan untuk tanam paksa.
3. Pengerjaan
tanaman-tanaman ekspor seringkali jauh melebihi pengerjaan tanaman
padi. Sehingga tanah pertanian mereka sendiri terbengkelai.
4. Pajak tanah masih dikenakan pada tanah yang digunakan untuk proyek tanam paksa.
5. Kelebihan hasil panen setelah diperhitungkan dengan pajak tidak dikembalikan kepada petani.
6. Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani
7. Buruh yang seharusnya dibayar oleh pemerintah dijadikan tenaga paksaan.
c. Akibat-akibat Tanam Paksa
Bagi Belanda
1. Meningkatnya hasil tanaman ekspor dari negeri jajahan dan dijual Belanda di pasaran Eropa
2. Perusahaan pelayaran Belanda yang semula kembang kempis, pada masa Tanam Paksa mendapat keuntungan besar
3.
Pabrik-pabrik gula yang semula diusahakan oleh kaum swasta Cina,
kemudian juga dikembangkan oleh pengusaha Belanda karena keuntungannya
besar.
4. Belanda mendapatkan keuntungan (batiq slot) yang besar.
Bagi Indonesia
Dampak negatif :
1. Kemiskinan dan penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan
2. Beban pajak yang berat
3. Pertanian utamanya padi banyak mengalami kegagalan panen
4. Kelaparan dan kematian terjadi dimana-mana.
5. Jumlah penduduk Indonesia menurun.
Dampak positif :
1. Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru
2. Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi ekspor.
Karena
reaksi-reaksi tersebut, secara berangsur-angsur pemerintah Belanda
mulai mengurangi pemerasan lewat Tanam Paksa dan menggantikannya dengan
sistem politik ekonomi liberal kolonial. Tonggak berakhirnya Tanam Paksa
adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Pokok Agraria (Agrarische Wet), 1870.
G. POLITIK EKONOMI LIBERAL KOLONIAL SEJAK TAHUN 1870
1. LATAR BELAKANG
a. Pelaksanaan
Sistem Tanam Paksa yang telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi
namun memberikan keuntungan besar bagi Pemerintah Kerajaan Belanda.
b. Berkembangnya
faham liberalisme sebagai akibat dari Revolusi Perancis dan Revolusi
Industri sehingga sistem Tanam Paksa tidak sesuai lagi untuk diteruskan.
c. Kemenangan
Partai Liberal dalam Parlemen Belanda yang mendesak Pemerintah Belanda
menerapkan sistem ekonomi liberal di negeri jajahannya (Indonesia).
d. AdanyaTraktat
Sumatera, 1871, yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk meluaskan
wilayahnya ke Aceh. Sebagai imbalannya Inggris meminta Belanda
menerapkan sistem ekonomi liberal di Indonesia, agar pengusaha Inggris
dapat menanamkan modalnya di Indonesia.
Pelaksanaan politik ekonomi liberal ini dilandasi dengan beberapa peraturan diantaranya sebagai berikut :
1. Indische Comptabiliteit Wet, 1867.
2. Suiker Wet
3. Agrarische Wet (Undang-undang Agraria),1870.
4. Agrarische Besluit, 1870.
2. PELAKSANAAN SISTEM POLITIK EKONOMI LIBERAL
Sejak
tahun 1870 di Indonesia diterapkan Imperialisme Modern (Modern
Imperialism). sejak tahun tersebut di Indonesia telah diterapkan Opendeur Politiek
yaitu politik pintu terbuka terhadap modal-modal swasta asing.
Disamping modal swasta Belanda sendiri, modal swasta asing lain juga
masuk ke Indonesia, seperti modal dari Inggris, Amerika, Jepang dan
Belgia. Modal-modal swasta asing tersebut tertanam pada sektor-sektor
pertanian dan pertambangan, seperti karet, teh, kopi, tembakau, tebu,
timah dan minyak. Sehingga perkebunan-perkebunan dibangun secara luas
dan meningkat pesat.
3. AKIBAT SISTEM POLITIK LIBERAL KOLONIAL
Ø Bagi Belanda :
1. Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah kolonial Belanda.
2. Hasil-hasil
produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke negeri Belanda. Pada
tahun 1870 luas tanah di pulau Jawa yang ditanami tebu seluas 54.176
bahu, maka dalam tahun 1900 meningkat menjadi 128.301 bahu.
3. Negeri Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.
Ø Bagi rakyat Indonesia :
- Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk
- Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 karena jatuhnya harga kopi dan gula membawa akibat buruk bagi penduduk. Uang sewa tanah dan upah pekerja menurun.
- Menurunnya konsumsi bahan makanan, terutama beras, sementara pertumbuhan penduduk Jawa meningkat cukup pesat.
- Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan banyak barang-barang impor dari Eropa.
- Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya angkutan dengan kereta api.
- Rakyat menderita karena masih diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman yang berat bagi yang melanggar peraturan Poenale Sanctie.
H. POLITIK ETIS
1. Latar Belakang
a.
Pelaksanaan sistem tanam paksa yang mendatangkan keuntungan berlimpah
bagi Belanda, namun menimbulkan penderitaan rakyat Indonesia.
b. Eksploitasi terhadap tanah dan penduduk Indonesia dengan sistem ekonomi liberal tidak mengubah nasib buruk rakyat pribumi.
c. Upaya Belanda untuk memperkokoh pertahanan negeri jajahan dilakukan dengan cara penekanan dan penindasan terhadap rakyat.
d.
Adanya kritik dari kaum intelektual Belanda sendiri (Kaum Etisi)
seperti Van Kol, Van Deventer, Brooschooft, De Waal, Baron van Hoevell,
Van den Berg, Van De Dem dan lain-lain.
Tokoh
tersebut memperjuangkan agar pemerintah Belanda meningkatkan
kesejahteraan moril dan materiil kaum pribumi, menerapkan desentralisasi
dan efisiensi. Perjuangan mereka kemudian dikenal sebagai Politik Etis.
2. Pelaksanaan Politik etis
Pada
periode 1900 -1925 banyak kemajuan dan perubahan dicapai.
Bangunan-bangunan besar didirikan, semua itu merupakan keharusan dalam
kemajuan yang tidak dapat dielakkan. Perubahan-perubahan tersebut
sebagai berikut :
a. Desentralisasi Pemerintahan
Sebelum
tahun 1900 pemerintahan di Indonesia dilakukan secara sentralisasi.
Sejak tahun 1854 dikeluarkan peraturan yang memberikan hak kepada
parlemen untuk mengawasi jalannya pemerintahan Hindia-Belanda.
b. Irigasi
Sarana
yang sangat vital bagi pertanian adalah sarana irigasi (pengairan).
Pada tahun 1885 pemerintah telah membangun secara besar-besaran bangunan
irigasi di Brantas dan Demak seluas 96.000 bau. Pada tahun 1908
berkembang menjadi 173.000 bau.
c. Emigrasi (Transmigrasi)
Dalam abad ke-19 terjadi migrasi penduduk dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, berhubung dengan perluasan tanaman tebu.
d. Edukasi
Pemerintah
kolonial Belanda membentuk dua macam sekolah untuk rakyat pribumi,
yaitu Sekolah kelas I (angka satu) untuk anak-anak pegawai negeri dan
orang berkedudukan. Dan sekolah kelas II (angka dua) untuk kepada
anak-anak pribumi pada umumnya.
3. Kegagalan Politik Etis Dan Politik Asosiasi
Kegagalan pelaksanaan politik Etis tersebut nampak dalam :
1. Sejak
pelaksanaan sistem ekonomi liberal Belanda mendapatkan keuntungan yang
besar, sedangkan tingkat kesejahteraan rakyat pribumi tetap rendah.
2. Hanya
sebagian kecil kaum pribumi yang memperoleh keuntungan dan kedudukan
yang baik dalam masyarakat kolonial, yaitu golongan pegawai negeri.
3. Pegawai negeri dari golongan pribumi hanya digunakan sebagai alat saja, sehingga dominasi bangsa Belanda tetap sangat besar.
PENGARUH KERAJAAN HINDU, BUDDHA, DAN ISLAM DI INDONESIA
Menurut teori Van leur ditegaskan pada
abad-abad permulaan terjadilah hubungan
perdagangan antara orang-orang Hindu
dari India dengan orang-orang Indonesia. Untuk
menjadi pedagang pada masa itu
sukar sekali, karena banyak rintangannya, misalnya ; bajak
laut dan banyak lagi
resiko lainnya. Oleh karena itulah hanya Ketua
Adat yang dapat
menjadi pedagang, karena dialah yang bermodal besar. Kalau
waktu itu orang berdagang,
maka pedagang itu mempunyai sifat-sifat diplomatik.
Ia mencari hubungan diplomatikdengan
luar negeri. Hubungan itu penting sekali
artinya bagi kelancaran perdagangan
Orang India memperkenalkan kebudayaan,
bahasa, tulisan, dan agama mereka kepada nenek
moyang kita. Setelah cukup
banyak yang beragama Hindu, mulailah bermunculan pendatang
yang antara lain
bermaksud menetap. Mereka mulai memperkenalkan system pemerintahan
yang sesuai
dengan agama mereka. Maka berdirilah kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia
Mungkin sekali ketua - ketua adat. dari berbagai suku bangsa kita yang sudah
beragama
Hindu, kemudian mengangkat diri sebagai raja-raja secara lokal.
1. Keadaan masyarakatnya
Pada zaman purba
masyarakat Indonesia adalah masyarakat gotong royong, tidak ada manusia lapisan
tinggi. Masyarakat tidak berlapis-lapis. Tetapi setelah orang Hindu datang
masyarakat itu berubah menjadi masyarakat feodal. Maka timbullah dua golongan
manusia yaitu :
a. Golongan yang dijamin
b. Golongan yang menjamin
Di India terdapat empat kasta, yakni :
Kasta Brahmana dan Kasta Ksatria merupakan kasta yang dijamin, sedangkan Kasta
Waisa dan Kasta Syudra merupakan kasta yang menjamin. Pembagian serupa itu
tidak tegas di Indonesia, tetapi meskipun demikian garis antara yang dijamin
dan yang menjamin itu ada yaitu :
a. Raja dengan pegawai-pegawainya, merupakan
orang yang dijamin
b. Rakyat adalah orang yang menjamin
2. Keadaan pendidikannya
Pendidikan formal formal pada zaman
hindu yang terjadi di kerajaan-kerajaan
Tarumanegara, Kutai sudah berkembang.
a. Materi Pelajaran :
Materi pelajaran yang diberikan adalah
agama, membaca, menulis (huruf Palawa) dan
bahasa Sansekerta.
Keterampilan pembuatan candi dan
patung-patung mungkin diajarkan pada lembaga
lembaga pendidikan formal,
demikian juga cara-cara bela diri (ilmu berperang)
b. Tenaga
Pendidik/Guru
Yang mula-mula menjadi guru pada zaman
itu adalah kaum Brahmana. Brahmana
menjadi manusia istimewa, mereka
menggantikan para Empu di Indonesia. Para Empu
kemudian segera belajar kepada
Brahmana. Baru setelah itu Empu-Empu itu menjadi
guru dan mengganti kedudukan
Brahmana.
Pada zaman itu guru terbagi menjadi dua
macam yaitu :
a)
Guru keraton, yaitu golongan yang dijamin
b)
Guru pertapa, yaitu mcnginsafi tugasnya
Murid-murid guru keraton bukan anaknya
atau rakyat jelata tetapi keturunan para
Brahmana, anak para bangsawan dan raja
(Kasta Ksatrya). Pendidikan masih terbatas
kepada golongan minoritas (kasta
Brahmana dan Ksatrya), pendidikan semacam ini lebih
tepat dinamakan perguruan,
dimana anak-anak berguru kepada para cerdik cendekia.
Kemudian lembaga seperti
ini dikenal dengan Pesantren, tempat para Cantri (santri).
Pesantren-pesatren
banyak benar persesuaiannnya dengan tempat-tempat pelajaran Hindu di
India. Sugarda-purbakawaca 1978, halaman
19, menyatakan sifat-sifat khusus pesantren
adalah : “Sifat keagamaan
semata-mata; penghormatan yang tinggi kepada guru, tidak ada
gajih guru, dan perginya pelajar meminta-minta untuk memperoleh nafkah
“.
Menjadi guru semata-mata karena
kewajiban sebagai pandita/Brahmana yang didasarkan
kepada perasaan tutus,
mengabdi tanpa parnrih (tanpa memikirkan imbalan duniawi). Sistem
pesantren perguruan
ini berkembang terus baik pada masa Budha maupun waktu
berkembangnya agama
Islam, sampai saat sekarang ( pesatren tradisional ).
Guru pertapa lebih berjiwa kerakyatan.
Mereka ingin mendekati rakyat dan tidak mendekati
kraton, bahkan menjauhinya
atau bersembunyi di hutan-hutan, supaya tak berselisih dengan
kaum raja.
Cita-citanya ialah mengangkat derajat rakyat jelata, kalau hal ini diketahui
raja
mereka akan dimasukkannya kedalam penjara. Peranan guru-guru pertapa itu
penting sekali
pada waktu penyebaran agama Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar